28 Agustus 2015

Warga Tani Desa Nusantara Air Sugihan



Ratusan Warga Tani Gelar Muslub di Desa Nusantara

AIRSUGIHAN-Sumeks minggu,-
Ratusan warga tani yang tergabung dalam Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) desa Nusantara Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menggelar musyawarah luar biasa (Muslub), Selasa (25/8/2015) di pelataran Balai Desa Nusantara. Rapat luar biasa ini untuk mengukuhkan kepengurusan baru yang dipimpin M Rohim menggantikan Sukirman.
Sejumlah organisasi yang hadir dalam acara tersebut antara lain Aliansi Masyarakat Adat (AMA), Sarikat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), Sumber Daya Alam Word (DAW) dan Jaringan Masyarakat Gambut (JMG) Sumsel. Pergantian kepengurusan ini merupakan regenerasi agar petani desa Nusantara tetap kompak. FPNB merupakan wadah untuk silaturahmi dan berkomunikasi para petani desa Nusantara. Apapun permasalahan yang menimpa petani bisa dimusyawarahkan secara bersama-sama. Karena bila petani kuat, ketahanan pangan akan kuat juga. Hal itu sesuai dengan tema Muslub adalah Sukseskan Desa Nusantara Sebagai Lumbung Padi di Kabupaten Oki.
Ketua sidang Muslub, Dede Chaniago, yang menggantikan Usman, mengatakan, petani harus pintar. Petani harus mampu berorganisasi. Petani bersatu akan kuat, bila petani kuat, ketahanan pangan akan kuat juga. Presiden saja memperhatikan petani, maka diterbitkan undang undang untuk melindungi petani. ‘’Petani bersatu tidak bisa dikalahkan. Presiden bisa dikalahkan oleh petani, apalagi PT Saml,’’ kata Dede.
Ketua Sarikat Hijau Indonesia (SHI), Sudarto, mengatakan, petani desa Nusantara ini memiliki visi yang baik. Para pengurusnya muda-muda, menandakan memiliki semangat untuk membangun ketahanan pangan sebagaimana diprogramkan pemerintah pusat dan provinsi. Petani merupakan ujung tombak ketahanan pangan nasional.
‘’Petani sekarang muda-muda dan memiliki visi ke depan. Mereka menyadari lahan gambut yang ada didesa Nusantara mampu menjadi penopang produksi padi di wilayah OKI. Tetapi lahan pertanian di desa Nusantara kian menyempit akibat kebijakan pemerintah daerah yang kurang berpihak kepada rakyat, dalam hal ini petani. Perbandingan antara luas daerah Air Sugihan dengan areal perkebunan yang hampir sebanding. Ini artinya areal pertanian tinggal beberapa jengkal saja. Ini sangat miris bila kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada petani. Padahal Pemerintah Kabupaten telah mencanangkan program cetak sawah. Untuk apa program itu digulirkan sementara sawah yang sudah jadi malah mau dialihfungsikan?’’ kata Sudarto.
M Rohim selaku ketua FPNB terpilih, mengatakan, penggantian kepengurusan ini semata-mata untuk regenerasi. Para petani butuh wadah dan pengurus untuk saling bertukar pendapat. Saling memberikan masukan demi tercapainya cita-cita bersama, yaitu keberhasilan dalam mengelola lahan pertanian dan siap menyongsong Lumbung Pangan Kabupaten OKI.
‘’Saya berharap pemerintah kabupaten mendengar suara kami para petani, untuk memberikan kemudahan. Jangan sampai kebijakan pemerintah daerah justru terbalik, yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan. Para petani di desa Nusantara tentu akan menolak bila lahannya akan dialihfungsikan menjadi perkebunan,’’ kata M Rohim.
Air Sugihan Pemasok Beras Kabupaten OKI
Desa Nusantara, adalah titik awal penolakan adanya korporasi perkebunan sawit yang menguasai lahan pertanian. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan ini, menurut warga desa Nusantara, sudah sangat menyalahi.  Sekitar 1.200 hektar lahan gambut basah di desa ini adalah kantong penyumbang produksi padi terbesar nomor dua di OKI. Lantas bagaimana jika lahan pertanian ini dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit? Masyarakat Desa Nusantara sekuat tenaga tetap mempertahankan lahan mereka.
“Masyarakat menolak kehadiran perkebunan sawit. Selain merusak lahan gambut,  menyebabkan pula hilangnya persawahan warga. Kami-kami ini sebagai petani sudah cukup tenang memiliki lahan garapan. Kenapa harus diusik seperti ini? Lihat bagaimana dampaknya setelah perkebunan sawit menguasai areal pertanian di jalur 29 sampai 31. Saat ini lahannya sudah tidak bisa lagi ditanami padi. Warga jalur 29 sampai 31 saat ini menjadi pekerja tukang ambil padi di jalur 27, 25 dan 23 yang lahannya masih subur belum terpengaruh sawit. Lantas bagaimana jika semua areal pertanian semua ditanami sawit?’’ ujar sejumlah warga desa Nusantara, saat dibincangi Sumeks Minggu,di acara Muslub, Selasa lalu.
Produksi padi dari lahan ini merupakan pemasok kebutuhan beras Sumatera Selatan yang rata-rata per tahunnya sekitar 7.200 ton. Ini merupakan keberhasilan warga yang luar biasa. Keberhasilan warga yang mampu keluar dari krisis yang sempat menampar ‘wajah’ mantan presiden Soeharto selaku pelopor swasembada pangan nasional. Kini setelah warga berhasil dari kemelut kelaparan dan kematian, pemerintah justru memiliki kebijakan terbalik, apakah pemerintah ingin mengembalikan krisis Airsugihan 1991 lagi?
Sejak 2009, ketika Pemerintah Kabupaten OKI dipimpin Ishak Mekki—saat ini menjadi Wakil Gubernur Sumsel—lahan gambut yang sudah memberikan penghidupan bagi warga tani, malah ‘digadaikan’ menjadi Hak Guna Usaha (HGU)  PT. Selatan Agro Makmur Lestari (PT. SAML). Namun kabarnya Ishak Mekki telah melayangkan surat penghentian aktivitas PT Saml. Namun oleh pemerintah kabupaten yang baru, PT diijinkan kembali sebelum Ishak Mekki mencabut surat pembekuannya.
Setelah mendapatkan surat sakti ijin HGU inilah, perusahaan lantas semena-mena mengirimkan alat berat beserta aparat keamanan untuk menggusur lahan warga tani desa Nusantara. Merambah ke desa-desa lain yang menjadi sasaran gurita perkebunan sawit. ‘’Pada  tahun 2012, Pemerintah Kabupaten OKI melayangkan surat kepada perusahaan yang ditembuskan ke masyarakat dan Pemerintah Sumatera Selatan, bahwa PT. SAML yang memiliki luas ijin HGU sekitar 39.000 hektar di Air Sugihan, dilarang melakukan penggusuran persawahan. Sebelum, adanya kesepakatan dengan masyarakat. Kok ini malah mendatangkan alat berat. Ya pasti warga tidak setuju,’’ timpal Rasyid. (*/jon)

Sengketa Lahan Airsugihan



Orang Lemah Itu Harus Melapor ke Mana, 
Saya Takut Diplintir?

AIRSUGIHAN—Sumeks Minggu.-
Bocah-Bocah bermain di lahan sengketa bapaknya
Kasus sengketa lahan desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), semakin tidak jelas dan berbuntut panjang. Warga tani mulai ditangkapi dengan tuduhan pengancaman. Anehnya yang menangkap tidak mengenalkan identitasnya, Polisi atau preman?
‘’Ketika saya disuruh menandatangani apa itu namanya saya tidak tahu (maksudnya Berita Acara Pemeriksaan-BAP, Red). Saya ditanya ini itu kalau ya dijawab iya, kalau tidak dijawab tidak. Beberapa pertanyaan saya jawab tidak tapi disurat itu kok di tulis iya. Saya lalu bertanya kepada polisi yang menanyai saya, apakah bapak punya rencana mau memenjarakan saya? Kenapa saya bilang tidak disitu ditulis iya? Maka surat itu diganti lagi. Saya bilang dengan petugas, saya takut diplintir pak,’’ tutur  Suwarno ketika ditemui Sumeks Minggu pada acara Musyawarah Luar Biasa (Muslub) Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) di desa Nusantara.
                Penangkapan petani ini juga dipertanyakan. Selain Suwarno, ada Rasyid, M Rohim, Amanu dan Pejabat sementara (Pjs) kepala desa (kades) Hartoyo. Semua adalah warga tani desa Nusantara yang notabene adalah warga yang bersengketa dengan PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT SAML).  Mereka hendak mengirim berkas ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Suwarno dan kawan-kawan sebenarnya  hanya menemani Pjs Kades Hartoyo menuju kantor BPN dan DPRD.
                ‘’Saat itu saya nginap di hotel 99 Palembang. Saya mau sholat, saya tidak tahu arah kiblatnya mana. Lalu saya bertanya ke petugas hotel . Gak lama kemudian ada orang nanya, kamu Nano ya. Saya jawab iya. Dia lalu nangkap saya. Lho ada apa saya ditangkap? Kemudian saya bertanya; Bapak siapa kok mau menangkap saya. Kan wajar saya harus bertanya. Dia bilang gak usah banyak-tanya.  Jadi maksudnya itu apa. Saya diluar itu bingung sempat kena pukulan, tapi gak parah juga. Ya kalau itu polisi, kalau dia preman,  gimana. Kalau polisi ya harus dijelaskan identitasnya, kalau gak menjelaskan, kita kan bisa salah anggapan. Kalau polisi masak seperti itu menangkapnya, kok gak ada surat penangkapan, tahu-tahu saya dipaksa dan digelandang ke polsek kayuagung,’’ tutur Suwarno.
                Didepan petugas kepolisian itulah Suwarno cs sempat dijebloskan ke sel. Dan disel itu surat penangkapan baru disodorkan dan ditandatangani. Dan ketika di BAP, seperti dikatakan Suwarno,  dirinya agak bingung ada apa kok tiba-tiba digelandang ke kantor polisi. Ada apa sebenarnya?  Dan yang nangkap, anehnya dia itu bukan polisi. Seperti dikatakan Suwarno, dia adalah orang PT bernama Zulkipli. Tapi ngakunya sebagai polisi. Sementara setiap ada laporan tentang sengketa lahan, pelapornya Zulkipli.
                ‘’Disitu saya baru tahu kalau Zulkipli itu bukan polisi, tapi sempat ngaku polisi. Ini aneh. Saya tahu dia bukan polisi dari kawan saya di Sarikat Hijau Indonesia (SHI) kayu agung. Kemudian ketika saya disidang, saya gak bisa menjelaskan kronologi dan masalah yang mungkin harus saya sampaikan, tetapi selalu dilarang. Ya ini gimana? Saya ini gak tahu hukum, saya ini petani gak tahu apa itu pasal. Hakim pernah bilang kamu tahu gak pasal 368 junto sekian.  Saya berterus terang saya ini petani gak tahu hukum, pasal itu apa? Junto itu apa.? Saya hanya bisa bilang, kalau saya tidak melakukan, saya bilang tidak. Kalau saya melakukan saya bilang iya. Saya tidak melakukan saja dibuat seperti ini. Apalagi saya melakukan. Saya heran, apa seperti ini hukum hanya untuk memenjarakan orang kecil seperti saya?’’ keluh Suwarno.
                Habis dari sidang yang digelar paling akhir dan sepi pengunjung itulah Suwarno saat itu memang sempat ditemui orang PT Saml. Menurut Suwarno, orang PT menyarankan tidak meneruskan masalah Lahan. Suwarno sontak terkejut, kalau masalah lahan, kenapa harus seperti ini,dibawa sampai pada sangkaan pengancaman? ‘’Saya kan kaget. Apa maksudnya orang PT itu tiba menyarankan saya jangan terlalu keras mengenai lahan pertanian. Apa maksudnya? Dan apa kaitannya dengan penangkapan saya dan tuduhan terhadap diri saya? Ini semakin aneh. Sengketa lahan itu kan semua warga desa Nusantara. Saya ini harus mengadu kemana? Ke Polisi, Jaksa, Pemerintah, atau kemana? Saya mau ngadu ke aparat justru takut kena plintir seperti ini. Saya dan para petani ini tidak ada tempat mengadu. Orang lemah seperti kita ini susah. Apa memang harus seperti ini ya, hanya orang lemah yang harus dipenjarakan?’’ tutur Suwarno. (*/jon)

Puskesmas Airsugihan

Penyuluhan Pencegahan Penyakit Kaki Gajah


 
AIRSUGIHAN—Sumeks Minggu,-
Penyakit Kaki Gajah atau filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini cukup banyak ditemukan di Indonesia.
Peserta penyuluhan pencegahan penyakit filariasis di kecamatan Airsugihan
Hal itu dikatakan Dr Mariana Romlah pada acara penyuluhan pencegahan penyakit filariasis, Selasa (25/8/2015) di Puskesmas Kecamatan Airsugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Hadir dalam acara tersebut Camat Airsugihan, Indra Buana, S.sos, Pimpinan Puskesmas Jalur 27, Eti Lenitha Skm, para kepala desa (kades), bidan desa (bides) dan para kader posyandu kecamatan Airsugihan.
‘’Pencegahan filariasis bisa dilakukan dengan cara meminum obat secara rutin setahun sekali. Sosialisai program pemberian obat penyegahan secara massal  ini akan dilaksanakan awal bulan Oktober 2015,’’ kata Dr Mariana.
Di kecamatan Airsugihan belum ditemukan kasus penyakit kaki gajah. Yang pernah terjadi di kecamatan Tanjung Lubuk 3 kasus, Kecamatan Lempuing 2 kasus, Kecamatan SP Padang 1 kasus, dan Kecamatan Pampangan 1 kasus.
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghipas darah orang tersebut.
Dr Mariana Romlah,Indra Buana, S.sos,

Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Gejala Filariais Akut dapat berupa, demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis
Adapun cara untuk mencegah penyakit kaki gajah antara lain, membasmi penyebar penyakit kaki gajah, dengan cara penyemprotan nyamuk di sekitar tempat tinggal kita. Gunakan anti nyamuk seperti pemakaian obat nyamuk semprot, bakar, lotion anti nyamuk dan sebagainya. Memakai kelambu pada saat tidur juga dapat mencegah gigitan nyamuk. Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk. Membersihkan pekarangan dan lingkungan di sekitar rumah. Mencegah berkembangkanya nyamuk, dengan cara menguras penampungan air yang menjadi tempat berkembangkanya nyamuk. Dengan melakukan hal-hal tersebut maka kita telah berusaha mengurangi resiko terjangkitnya penyakit kaki gajah maupun penyakit-penyakit lain yang juga bisa ditularkan oleh nyamuk. (*/je)


21 Agustus 2015

KOLOM MINGGU




Petani Sejati Dan Petani Jadi-jadian

Oleh T Junaidi



Setelah beberapa minggu ini saya nyimak berita Air Sugihan, memori saya berputar cepat ke tahun 1983 sampai 1986. Saya mencatat tahun-tahun ini adalah tahun suram, sampai tahun 1990-an. Air Sugihan mengerikan. Jika saya bilang seperti itu kesannya berlebih-lebihan, tapi faktanya seperti itu, puncaknya tahun 1991 Air Sugihan menampar muka manta presiden Soeharto--paceklik, kelaparan dan kematian.


Saya akan memulai dari masa sulit saya ketika menjadi petani di wilayah paling ujung Air Sugihan, yaitu desa Sukamulya Jalur 23. Pada tahun 1984, usia saya menginjak 15 tahun duduk dibangku SMP. Ketika itu tanaman padi tumbuh subur, lahan gambut masih menjadi penyuplai nomor satu pupuk secara alamiah, warga benar-benar merasa berhasil menjadi petani. Hampir seluruh desa se-Air Sugihan siap panen raya secara serentak ditahun-tahun pertama menjadi petani (1984).
Dan ketika ibu saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut panen raya besok pagi, Ibu menghampiri semua tetangga kanan kiri, para paguyuban tani serta karang taruna untuk ikutserta merasakan kebahagiaan kami. Ibu nampak begitu semangat tanpa lelah menyiapkan makanan untuk warga yang bakal datang bekerja memanen padi kami pada keesokan harinya.
            Pada pagi buta usai sholat subuh, ibu sudah tidak sabar lagi langsung menuju sawah. Tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba ibu menjerit menangis sejadi-jadinya. Kami sekeluarga terkejut, ada apa ibu menangis ditengah sawah? Kami sekeluarga bergegas menuju sawah dan menghampiri ibu. ‘’Le parine dewe  le…iki piye le….iki ono opo….ono pertondo opo…(Nak padi kita nak, ini gimana…ada firasat apa…?)’’ ujar ibu dengan kondisi lemas. Betapa terkejutnya kami melihat padi disawah hilang dari pandangan kami. Tidak seperti yang kami lihat sebelumnya, menguning seluas mata kami memandang hamparan sawah. Kami semua terbengong, bulu kuduk kami berdiri. Pikiran kami melayang jauh menghubung-hubungkan antara nyata dan tidak. Kami cukup lama terbengong ditengah sawah sambil memeluk ibu, seperti tidak percaya. Siapa yang memanen padi kami semalam?
             Tak lama kemudian, tetangga kami juga tergopoh-gopoh lari dari pematang sawah untuk memberitahukan tetangga dan saudaranya kalau padinya hilang. Tetangga lain ternyata mengalami hal serupa, bahwa malam itu, ratusan  hektar lahan petani ludes diserang hama tikus. Waktu yang cukup singkat-hanya satu malam  saja tikus mampu menghabiskan ratusan hektar lahan padi. Berapa juta tikus yang saat itu tumplek blek diareal persawahan? Ini cukup mengerikan. Malam harinya kami mencoba ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi di sawah? Lagi-lagi kami terbengong, seperti ada keanehan yang menyelimuti perasaan kami. Tak salah kalau akhirnya kami juga menghubung-hubungkan secara irasional, bahwa ini perbuatan jin setan periperayangan. Sing baurekso Air Sugihan sedang pesta pora. 
Setahun kemudian setelah kami gagal panen,  ternyata serangan tikus tidak berhenti sampai disitu, malah semakin menjadi-jadi. Semua tanaman petani habis digasak tikus. Upaya apapun sudah dilakukan, baik perburuan tikus maupun tirakat. Para sesepuh kampung melakukan kenduri besar tirakatan. Kami semua tidak tenang, ada rasa kawatir bila menjelang malam. Suara tikus hutan terdengar begitu aneh, tidak seperti suara tikus pada umumnya, tapi suaranya menyerupai suara anjing, bedanya frekwensi suaranya tidak sekeras anjing, karena jumlahnya ribuan, suara tikus gemuruh saling bersautan.
Pada siangnya, kami dan semua warga kompak untuk turun ke sawah memburu tikus. Tapi kami sempat bertanya-tanya dimana sarangnya? Diseputaran sawah tidak ada sarang tikus, atau dipematang sawah juga tidak ada. Para petani saat itu tidak sadar kalau dilingkungan areal pertanian itu ada hutan semak-semak yang mengepung lahan petani. Selain hutan lahan PU yang terletak diantara dua desa, maupun hutan pinggir areal lahan petani arah sungai besar. Di hutan itulah sarang semua hama padi, ada tikus, babi hutan, monyet, burung, belalang dan lain-lain.
Setelah hutan dibabat, saat itu belum ada larangan bakar-bakaran lahan, petani sangat terbantu menggarap lahan dengan cara membakar. Dengan demikian, semua hewan keluar, termasuk celeng (babi hutan), rusa, tikus, ular dan lain-lain. Semua hewan lari tunggang langgang meyebar ke areal persawahan. Dan tikus-tikus yang tidak sempat lari, kebanyakan terbakar. Nah ketika tikus yang jumlah sudah tidak begitu banyak, petani tinggal meracuninya tiap malam di pematang sawah.
Areal hutan tinggal ranting kayu yang malang melintang, akhirnya pelan-pelan difungsikan warga menjadi lahan pertanian. Selain bisa menghasilkan, juga meminimalkan menjadi sarang segala macam hama. Hingga tahun 1997 petani agak bernafas lega setelah tahun 1991 heboh. Sampai tahun 1998 sudah mulai aman dari gangguan tikus hingga tahun 2000 an keatas sebagai puncak keberhasilan petani. Panen raya berkali-kali dilakukan dengan mengundang Bupati, Gubernur untuk ikut merasakan kebahagiaan warga tani. 
Kini setelah beberapa kali saya mudik ke air sugihan, saya mulai dikejutkan banyak masalah. Bukan lagi hama tikus yang mengepung petani, tetapi perkebunan sawit yang mengepung lahan pertanian, mulai dari desa Bukit Batu, Rengas Abang, Pangkalan Damai, Nusantara, Margatani, Tirtamulya, Sukamulya dan Jadi Mulya semua dikepung perkebunan sawit.
Warga mulai resah kembali dengan kehadiran perkebunan yang tiba-tiba menguasai lahan petani. Lahan tempat babi hutan dan tikus yang sudah dikangeli (diupayakan) dengan peluh dan perut lapar, berhari-hari bergulat dengan batang kayu yang malang melintang, kini beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan warga hanya akan diberi tali asih 2,5 juta per hektar. Tentu ini sangat menyakitkan dan melukai hati petani disaat petani baru saja mengenyam kemakmuran dari jerih payah selama ini.
            Perselisihan pun semakin jadi, warga tidak akan menyerahkan lahannya begitu saja meski pihak PT merasa gagah menenteng surat ‘sakti ‘ ijin Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah.  Lantas warga harus menenteng apa untuk berargumentasi mengenai lahan hasil garapannya? Ini namanya petani sejati  berhadapan dengan petani jadi-jadian.  Karena petani sejati turun ke lahan dan tahan lapar, dibakar matahari dan bermandi hujan. Petani jadi-jadian tidak turun ke lahan, melainkan gentayangan ke kantor-kantor perijinan garapan. Siapa sejatinya yang berhak mengenai lahan garapan tersebut? (*/bersambung)
(Penulis adalah General Manager Sumatera Ekspres Minggu dan Harian Sumatera Hari ini (SHI)—Jawa Pos Group/Anak Petani Airsugihan)