19 Maret 2008

Pelopor Sekolah Gratis

Siapa Pelopor Sekolah Gratis
Yang Sesungguhnya di Sumsel?


Terima Kasih Pak Gubernur Sumsel
Yang Sudah Memperhatikan
Guru-guruku di Airsugihan

Triyono Junaidi, Redaktur Harian Sumatera Ekspres ketika bincang-bincang dengan anak-anak SD Sukamulya

Inilah sekolah dasar (SD) di Jalur 23 desa Sukamulya,Kecamatan Airsugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Rata-rata SD di jalur memang bentuknya seperti itu. Malah ini sudah sangat lebih baik dibanding ketika SD tersebut pertama berdiri, yakni bersamaan dengan datangnya warga trans
Gubernur menginstruksikan Kadinkes Sumsel untuk mengoperasi penderita tumor kulit di kecamatan Rantau Panjang OI

Airsugihan pada 1982 lalu. Saat itu belum ada gedung sekolah, yang ada hanyalah pemukiman-pemukiman penduduk yang kebetulan kosong, belum ditempati.
Orang pertama yang menjadi pelopor pendidik adalah almarhum Rivai, orang Kendal Jawa Tengah. Dia begitu semangat mengajak para warga untuk menyekolahkan anak-anaknya. Bagi warga desa Sukamulya, Pak Rivai adalah pahlawan. Dia selain pelopor pendidikan,juga satu-satunya pelopor sekolah gratis di Sumsel.

Gubernur Sumsel Ir Syahrial Oesman bersama warga Sungsang

Jadi kalau kita dengar sekarang ada pelopor sekolah gratis, tidak heran. Bisa jadi sekolah gratis itu hanya muatan politik yang justru bisa jadi pertanyaan publik, apa iya benar-benar gratis.
Warga Sungsang foto bersama Gubernur Sumsel Ir Syahrial Oesman

Pak Rivai benar-benar sosok yang jauh dari muatan politik seperti sekarang ini. Dia begitu ikhlas mendidik anak-anak warga trans tanpa imbalan gaji serupiahpun. Warga trans juga tidak ada yang membayar lantaran saat itu banyak yang tidak punya uang. Bagaimana mau mendapatkan uang? Pada tahun 1982 hingga 1983, warga trans baru penyesuaian lingkungan. Tak heran pada tahun pertama datang di wilayah yang asing itu, banyak warga meninggal dunia. Sehari bisa empat atau lima orang meninggal secara bersamaan. Orang Jawa menyebut dengan istilah pageblok. Penyebabnya adalah muntaber, banyak yang kekurangan air karena sumber air tawar tidak ada, yang ada hanyalah air payau, air asin. Warga belum tahu bagaimana mendapatkan air tawar sebagai kebutuhan untuk minum. Akhirnya warga memanfaatkan air sumur yang terasa asin, dan air sungai yang tidak bisa dijamin dari segi kebersihan, karena sungai difungsikan sebagai MCK (masak, cuci, kakus).


Triyono Junaidi dan Mas Hari di ruang rapat redaksi Harian Sumatera Ekspres

Tahun awal kedatangan warga trans, benar-benar seperti lembaran baru. Seperti hidup baru entah di alam mana. Banyak yang belum bisa cara menggarap lahan yang baik dan benar. Semua warga hidupnya masih bergantung kepada pemerintah pusat dengan menunggu logistik bulanan, yaitu menerima beras, ikan asin, gula dan garam. Logistik itu dijatah selama 18 bulan.Menyambut kunjungan para artis, Shireen Sungkar ke redaksi Harian Sumatera Ekspres

Di tempat yang serba kekurangan itu, ternyata tidak membuat surut semangat juang warganya. Mereka yang sedikit pintar, tahu cara memanfaatkan ilmunya dengan cara mengabdikan diri sebagai guru SD (meskipun tamatan SMA). Di SD yang serba darurat, tanpa buku cetak, tanpa kursi, tanpa meja, semua duduk lesehan. Almarhum Rivai tidak kurang akal untuk mewujudkan anak-anak Jalur 23 menjadi pintar. Mirip sekolah jaman perjuangan 1945. Meski tanpa buku, anak-anak serius mendengar Pak Rivai mengajar, termasuk saya.


Rapat dewan redaksi harian Sumatera Ekspres

Namanya juga sekolah darurat, pembagian kelas terkadang juga disesuaikan umur murid-muridnya. Bila muridnya cocok untuk duduk di kelas lima atau enam, mereka adalah duduk di kelas tersebut. Dan saya ketika trans, sebenarnya kelas 1 SMP di Jawa, namun karena di desa Sukamulya belum ada SMP, terpaksa saya mundur kelasnya, yaitu mengulang di kelas enam.
Wawancara bersama Gubernur Sumsel H Ir Syahrial Oesman

Meskipun sekolah gratis, warga banyak juga yang tidak sekolah lantaran lebih mengutamakan nyangkul di sawah. Bisa dimaklumi karena mencangkul adalah kerja nyata dan bisa menghasilkan. Sedangkan sekolah, anggapan sebagian masyarakat hanya sebagai syarat agar bisa berhitung, membaca dan menulis.

Wawancara bersama Pangdam II Sriwijaya, Mayjen Syariffudin Tipe

Setelah tahun ajaran baru, tamatan SD ini bingung harus ke mana lagi. Sedangkan Pak Rivai hanya mengantarkan anak-anak pada tingkat SD saja. Maka muncul pahlawan pendidikan yang lainnya, yaitu Pak Kusnan, Suyono, Sunarto, Rasiwan, Ngalimun, Bu Warni, Bu Sur dan lain-lain. Mereka benar-benar pahlawan bagi warga jalur 23 desa Sukamulya. Para guru ini tidak ditunjuk siapa-siapa, bukan juga dari instansi pemerintah seperti Depdikbud dan lain-lain, melainkan inisiatif sendiri dan benar-benar relawan tanpa digaji.Merencanakan rubrikasi Edisi Minggu Harian Sumatera Ekspres

Kadang-kadang murid-muridnya punya inisiatif, karena tidak mampu membayar guru, murid-murid secara bergantian membantu para guru menggarap ladangnya masing-masing. Dengan cara imbal balik itulah semua lancar dan saling menguntungkan, meskipun itu tidak diinginkan para guru.

Perjalanan jurnalistik bersama para redaktur se-Jawa Pos Grup ke Kudus

SD yang lapuk dan nyaris ambruk itu tak ubahnya kawah candradimuka yang sakti dan berhasil melahirkan orang-orang hebat. Mereka ada yang jadi tentara, guru, dosen, wakil rakyat (DPR), camat dll. Bahkan sekarang banyak sarjana-sarjana dari Airsugihan. Tak disangka pula dari SD yang buruk itu muncul seorang redaktur senior Harian Sumatera Ekspres (Perintis berdirinya Sumatera Ekspres/Sumeks sejak Surya Persindo/Media Indonesia 1990) harian terbesar untuk wilayah pulau Sumatera. Dari tempat yang terisolir itu, justru mampu menghantarkan sang redaktur keliling dunia. Perjalanan jurnalistik keluar negeri, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, dan China. Foto diatas ketika singgah di Singapura.

Itulah SD yang penuh dengan nilai juang, SD yang menjadi pelopor sekolah gratis yang sesungguhnya. Guru-guru yang memiliki semangat idealisme, meski dirinya harus meleleh oleh api semangatnya. Almarhum Rivai telah mengantarkan generasi transmigrasi ke dunia global dan teknologi, meski dirinya sendiri belum sempat menyaksikan keberhasilan anak-anak didiknya.Dan tidak setiap anak didik tahu cara berterima kasih kepadanya. Para pahlawan lainnya yang kini sudah mendapat penghargaan pemerintah dan diangkat sebagai PNS (guru tetap) adalah Pak Kusnan, Suyono, Sunarto, Rasiwan, Ngalimun dan lain-lain. Mereka lebih pas disebut 'Pahlawan tanpa tanda jasa', karena hasil karyanya tidak mereka nikmati, tapi dinikmati orang lain. Terima kasih Gubernur Sumsel Ir Syahrial Oesman, yang telah mengangkat derajat para guru kami menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Trima kasih guru-guruku. Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai langkahmu.


Panen Raya di AirsugiKanan 2007

Panen raya di jalur 23, 25, 27, 29, dan 31 kecamatan Airsugihan kanan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Maret-April 2008. Seperti biasa, usai kemarau panjang, masyarakat Airsugihan selalu menikmati panen yang cukup baik. Dalam 1 Ha lahan, rata-rata menghasilkan 60 karung lebih, atau rata-rata 8 sampai 15 ton gabah. Setiap Kepala Keluarga (KK) bisa menggarap lebih dari 4 Ha lahan pada musim kemarau tiba. Mengapa masyarakat lebih suka menunggu musim kemarau? Pada musim kemarau, masyarakat sangat terbantu, terutama semua lahan bisa kering, rumput mati, tinggal membersihkan dan menunggu musim hujan tiba. Bila saatnya tiba, yakni musim penghujan, masyarakat tinggal menebar benih padi di hamparan sawahnya. Tidak perlu menanam satu persatu. Sebab sawah yang digarap tidak hanya satu atau dua hektar tapi bisa lebih. Cara seperti ini juga bisa mengirit ongkos penggarapan sawah, terutama racun rumput. Memang ada sebagian masyarakat yang menggarap lahan dengan cara membakar hutan, tetapi cara seperti itu kini sdh ditinggalkan. Rumput kering dibiarkan membusuk di sawah, sekaligus bisa difungsikan sebagai pupuk.






















14 Maret 2008

Harimau Sumatera Pemangsa Manusia

Kaki Pincang, Mati Kelaparan
   
Matinya harimau, satwa liar, yang memangsa korban Atam bin Abdullah (50), warga Sinar Marga Mekakau Ilir, OKU Selatan diperkirakan karena kelaparan. “Saat ditemukan tubuhnya membusuk. Kemungkinan besar kelaparan. Jika dilihat dari tulang dada yang keluar dan kondisi tubuh yang kurus. Bila sehat, maka kondisi badannya bisa seperti kuda,” kata Kapolsek Mekakau Ilir Aipda Herman melalui Kanit Reskrim Briptu Mardi Sinambela, kepada OKU Ekspres (Grup Sumatera Ekspres).
Harimau itu sendiri, setelah ditemukan warga, langsung dibawa ke Mapolsek Mekakau Ilir. Kenapa sampai memangsa manusia? Karena sang raja hutan itu tak lagi memiliki naluri memburu mangsa seperti rusa, kera, babi akibat pergelangan kaki kanan depan harimau putus terjerat sling—perangkap yang biasa digunakan penduduk untuk menangkap rusa atau babi di hutan.
“Untuk memutuskan kaki dari sling tersebut dibutuhkan waktu hingga tujuh hari. Karena itu setelah bebas dari jeratan langsung merasa lapar,” jelas Mardi. Karena kakinya telah pincang dan tidak mendapatkan binatang makanannya harimau tersebut mencari mangsa lain seperti manusia dengan cara menghadang.
Ada cerita menarik sehari sebelum peristiwa mengerikan yang menimpa korban Atam. Seorang tukang ojek yang melintas di jalan tersebut hampir menjadi korban keganasan sang harimau. ”Tukang ojek tersebut nyaris menjadi korban. Begitu mendengar
auman suara harimau, tukang ojek tersebut langsung lari.”Tukang ojek tersebut mengaku sempat melihat kaki harimau yang hendak menerkamnya pincang satu. Nah, kesaksian tukang ojek inilah yang menguatkan dugaan bahwa yang memakan korban Atam adalah harimau yang dilihatnya. ”Tukang ojek yang melihat ciri-ciri harimau tersebut seperti yang dikemukakan warga, yakni kakinya putus satu, seminggu dari kejadian akhirnya ditemukan tewas sendiri,” kata Mardi.
“Setelah memangsa Atam, diperkirakan harimau tersebut kesulitan mencari mangsa lain. Para penduduk sudah takut ke kebun, akibatnya harimau pun mati kelaparan,” jelas Mardi.Sayangnya, kondisi tubuh harimau saat dibawa Mapolsek sudah tidak utuh lagi. Bahkan sebagian besar “aksesorinya” hilang dilucuti penduduk. Setidaknya, ada tujuh bagian tubuh yang hilang yakni kaki kanan putus kena jerat bahkan sudah membusuk, kuku kiri hilang satu, empat taring, kumis, kulit muka sampai hidung, ujung ekor, dan kedua kuping ju
ga hilang ikut dipotong. ”Karena sudah membusuk dan dipenuhi belatung sehingga harimau tersebut sudah kita kuburkan,” kata Mardi.
Mardi sendiri sudah tidak heran adanya harimau yang “turun gunung” mencari mangsa. Perihal pengaduan seperti ini sudah sering masuk ke pihaknya, tetapi pengaduan tersebut sebatas harimau memakan binatang ternak piaraan penduduk seperti kambing. Terganggunya habitat harimau di Hutan Lindung Pematanggung, Kecamatan Buay Sandang Aji, salah satu penyebabnya. Sebagian besar hutan tersebut telah menjadi lahan pertanian dan pemukiman penduduk.”Meski hutan tersebut masuk di Kecamatan Buay Sandang Aji, tetapi jaraknya lebih dekat ke kita, hanya 15 kilometer. Bahkan, akhir tahun lalu ada lima harimau yang t
erlihat warga turun gunung,” ungkap Mardi.Camat Mekakau Ilir, Sofyan Wahid, membenarkan habitat harimau terganggu akibat hutan yang mulai rusak di wilayahnya. Bahkan, para penduduk pernah mendesak agar harimau yang turun gunung dibunuh. Namun keinginan tersebut langsung ditepisnya karena harimau termasuk binatang yang dilindungi.
Bahkan tiga desa di wilayahnya masuk ke kawasan hutan lindung yakni Desa Selabung Belimbing, Desa Kota Baru, dan Sinar Marga. Untuk itu, pihaknya terus berupaya mengadakan penyuluhan kepada para penduduk agar tidak merambah hutan lagi. ”Kita setiap satu bulan sekali melakukan pertemuan kepada para kades yang intinya agar para penduduk tidak merambah hutan lagi,” tandasnya.(mg1)
 
 
 

Jumlahnya sekitar 400 Ekor

Daya Jelajah 100 km

Fenomena munculnya satwa-satwa liar masuk ke area pemukiman penduduk, seperti keganasan harimau Sumatera di Mekakau Ilir, Muara Dua, OKU Selatan yang mencabik-cabik Atam bin Abdullah (50) hingga tewas, dianggap bukan hanya suatu kebetulan. Menurut Kepala Urusan Perlindungan Hutan (Kaur Linhut) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel ada banyak faktor yang mengakibatkan satwa langka yang dilindungi itu keluar dari habitatnya.”Salah satunya kerusak

an habitat satwa yang dilindun gi. Ini bisa karena ulah manusia itu sendiri. Di antaranya penebangan hutan se cara serampangan,” kat a Edi Sopian Ssos kepada Sumatera Ekspres kemarin.
Alasan lain harimau Sumatera (phantera tigris sumatrae) memperluas wilayah jelajahnya masuk ke pemukiman adalah akibat menipisnya makanan di dalam hutan.
”Makanannya kan sepeti babi, kijang, danhewan lainnya. Karena manusia juga sering memburu binatang tersebut, otomatis makananharimau semakin tipis juga.’’
Berdasarkan hasil penelitian pem
erhati satwa di Indonesia disebutkan bahwa batas wilayah jelajah seekor harimau jantan dewasa sejarak lebih kurang 100 kilometer bujur sangkar. ”Sesuai dengan sifat harimau yang territorial habit atau tak menginginkan adanya dua pemimpin dalam satu wilayah jelajah mengharuskan salah satu harimau jantan yang kalah bersaing harus menyingkir dan mencari wilayah yang baru. Selain memang sifat liar dan buas yang melekat,” ucap Edi.
Makanya,Edi mengimbau kepada masyarakat terutama yang berada dekat dengan hutan konservasi yang mengalami konflik dengan satwa liar, perlu menginformasikan kepada Seksi Konservasi Wilayah (SKW) sebagai perpanjangan tangan dari BKSDA. ”Jadi seharusnya warga melaporkannya kepada Seksi Konservasi,” jelasnya.
Berbagai upaya akan dilakukan se suai dengan tugas bagian SKW. Semisal pihak SKW dan BKSDA bisa melakukan penggiringan lalu penangkapan hingga pada upaya melakukan evakuasi terhadap satwa liar tersebut. Seiring terancamnya keberadaan dari harimau Sumatera yang hampir punah ini berdasarkan hasil survei terakhir kali yang dilakukan lembaga peneliti satwa langka tahun 2006, tidak kurang dari 50 ekor harimau Sumatera punah dan diperdagangkan masyarakat. Baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional setiap tahunnya.

Satwa ini sendiri diperdagangkan dalam bentuk utuh ataupun terpisah-pisah per bagian seperti cakar, gigi taring, misai/kumis, kulit atau pun tulang. Spesies langka itu dewasa ini diperkirakan kurang dari 400 ekor dan tersebar di Provinsi NAD, Sumbar, Jambi, Bengkulu dan Lampung, seperti di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit 12, Bukit 30, Taman Nasional Wai Kambas, Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Bukit Barisan Selatan.(22)

 

07 Maret 2008

speedboard

Inilah kendaraan utama ke kawasan airsugihan. menuju ke jalur 23 airsugihan ditempuh selama 4 jam dengan satu kali istirahat di muara padang. ongkos ke jalur 23 Rp 80.000 atau carter sekali jalan RP 900.000

Penyerapan Beras Petani Minim

Tingkat Broken dan Kadar Air Tinggi


Penyerapan beras petani oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Sumsel-Babel masih minim. Target 100 ribu ton setara beras (gabah atau beras), namun hingga kemarin (6/3), baru 2.750 ton yang masuk gudang Bulog. Semuanya dipasok dari 41 mitra kerja di Palembang dan Ogan Komering Ulu (OKU).

"Mitra kerja kita ada 70. Tersebar di Palembang, Banyuasin, Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), dan OKU. Sekarang, kita baru melakukan kontrak dengan 41 mitra dengan target pemenuhan 5.050 ton," ungkap Kepala Perum Bulog Divre Sumsel, Teddy Mulwadi, melalui Kepala Bidang Pelayanan Publik, Sardjono SH kepada Sumatera Ekspres, kemarin.

Menurut Sardjono, pembelian beras petani dimulai sejak 21 Februari lalu. Rata-rata volume yang masuk per hari 500 ton. Hingga total beras yang masuk 2.750 ton. "Untuk pemenuhan target 100 ribu ton kita akan kontrak lagi dengan mitra kerja yang lain."

Soal harga pembelian, lanjut dia, sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp4.000 untuk beras/kg dan Rp2.600 untuk gabah/kg. "Tapi, begini. Tidak semua beras petani dapat diserap Bulog. Sekitar 10 hingga 20 persen beras, dikembalikan," imbuhnya.

Lho kok? Kata Sardjono, tingkat broken (patah) melebihi 20 persen dan kadar air lebih dari 14 persen. Beras tersebut, dinilai, tidak dapat disimpan lama di gudang.

"Tentu saja kita lakukan analisa terhadap beras yang akan kita beli. Kalo tingkat broken dan air masih tinggi kita kembalikan. Beras seperti itu cuma tahan 2 hingga tiga bulan. Tapi, hasil panen tahun ini saya lihat sudah lebih bagus dari panen sebelumnya," tukasnya.

Karung Raskin Diganti 15 kg

Bicara beras miskin (raskin), Sardjono menyatakan, raskin yang selama ini dikemas dalam karung 20 kg, bakal diganti kemasannya menjadi 15 kg untuk penyaluran bulan Juni mendatang. Hal ini berdasarkan instruksi pusat yang menyesuaikan jatah raskin tiap RTM (Rumah Tangga Miskin) sebesar 15 kg.

Pengepakan karung raskin 15 kg ini, kemungkinan besar akan dilakukan minggu depan. Setelah Bulog memenuhi target penyerapan 5.050 ton beras dari 41 mitra kerja mereka.

"Mudah-mudahan, bulan Mei atau Juni baru kita keluarkan kemasan 15 kg, karena stok kita sebesar 30 ribu untuk Sumsel masih mengunakan karung 20 kg untuk penyaluran 3 bulan ke depan," ungkapnya.

Disingung mengenai penyaluran raskin bulan Februari, Sardjono menyatakan untuk Kota Palembang telah disalurkan 100 persen dengan mengelontorkan 1.490 ton raskin.

Untuk Sumsel, masih tersangkut satu kabupaten di Banyuasin, tepatnya di Kecamatan Pulau Rimau sebesar 123 ton. "Jatah Sumsel mencapai 10.247 ton per bulan. Penyaluran bulan Februari, kita masih tersendat di Pulau Rimau karena lokasi yang cukup jauh. Kemungkinan baru tanggal 8 Maret ini akan disalurkan kembali," tukas Sardjono. (mg17)

05 Maret 2008

Menggali Benda-benda Bersejarah

Titipan Pra-Sriwijaya

Tas hitam yang dibawa dari kampung dibukanya dengan sigap. Isinya bukan berkas-berkas penting, apalagi tumpukan uang. Tak disangka lelaki berwajah keras itu mengeluarkan kepingan-kepingan tembikar, bandul jaring dari tanah liat, tempurung kelapa, potongan kayu dan tulang hewan, pecahan bata, batu asah, sejumput manik-manik, dan seikat ijuk dari dalam tas.

"Ini contoh-contoh temuan yang ditemukan di belakang rumah saya waktu membuat parit," ujar Legimin (43), seorang transmigran asal Malang (Jawa Timur) yang kini jadi warga Desa Karangagung Tengah, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Menempuh jarak waktu empat jam dengan perahu motor dari kampungnya ke Kota Palembang hanya untuk memperlihatkan benda-benda usang dan tidak utuh lagi memang tidak lazim. Namun, kirimannya itu menjadi kado istimewa buat purbakalawan di Balai Arkeologi Palembang yang menekuni bukti-bukti peradaban sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Artefak-artefak yang dibawa Legimin berasal dari situs Karangagung Tengah yang terletak di kampungnya. Situs itu kemudian menjadi terkenal di dunia arkeologi ketika beberapa tahun yang lalu analisis laboratorium terhadap dua potong kayu bekas tiang rumah panggung zaman kuno menghasilkan pertanggalan 1624-1629 BP, kira-kira sama dengan tahun 326-329 Masehi.

Penelitian arkeologis secara intensif sejak tahun 2000 sampai sekarang semakin memperkuat teori bahwa pada abad ke-4 Masehi telah ada komunitas di daerah pantai Sumatera Selatan yang aktif dalam perdagangan internasional. Komunitas yang cukup padat dan telah mengenal spesialisasi pekerjaan dan stratifikasi sosial.

Letak situs dekat Selat Bangka, selat yang dikenal sebagai ajang perdagangan internasional pada awal Masehi. Komoditas impor yang ditemukan di situs, antara lain, adalah manik-manik dari India dan Asia Barat.

Situs Karangagung diidentifikasi sebagai situs masa proto sejarah, kemudian arkeolog memberi istilah situs pra-Sriwijaya. "Disebut situs pra-Sriwijaya karena masanya sebelum berdirinya Kerajaan Sriwijaya di Palembang, dan juga pertimbangan faktor lokasi yang tidak jauh dari persebaran situs-situs Sriwijaya di Sumatera Selatan dan Jambi," ujar Tri Marhaeni, ketua tim penelitian.

Tak pelak, ditemukannya situs Karangagung sekitar tahun 2000 telah mengubah teori perubahan garis pantai timur Sumatera dalam kaitannya dengan lokasi pusat Kerajaan Sriwijaya. Teori itu yang menyatakan lokasi Sriwijaya di Palembang maupun di Jambi terletak pada tanjung di tepi laut sekitar abad ke-7 Masehi. Tampaknya teori itu perlu dipertimbangkan lagi setelah ditemukannya permukiman Karangagung dari masa yang lebih tua daripada Sriwijaya (Soeroso, 2002).

Museum situs

Setelah lebih dari seribu tahun terkubur dalam kesunyian, situs Karangagung mulai diusik manusia. Pada tahun 1987 hingga 1990, daerah Karangagung mulai dibuka sebagai lahan transmigrasi menyusul dibukanya lahan transmigrasi di Air Sugihan beberapa tahun sebelumnya. Maka dimulailah eksploitasi kekayaan arkeologi situs Karangagung.

Legimin mengisahkan, tahun 1997-1998 terjadi booming manik-manik dan benda-benda berlapis emas dari situs Karangagung. Saat itu penduduk berburu manik-manik dari bahan kaca berlapis emas, bahan batu, kaca, dan perunggu. Semua benda relik itu menjadi komoditas yang laku keras.

Jual-beli manik-manik dilakukan menurut panjang manik-manik yang dirangkai. Harga manik-manik emas Rp 40.000 per cm, manik-manik perunggu Rp 5.000 per cm, manik-manik batu Rp 500 per cm, sedangkan dari bahan lainnya Rp 1.000 per cm. Umumnya para penadah manik-manik berasal dari luar Karangagung. Legimin teringat ada seorang penadah berhasil mengumpulkan manik-manik sampai satu karung beras seberat 20 kilogram. Manik-manik itu kemudian dibawa ke Jawa dan akhirnya ke Bali.

Bisnis artefak mulai surut ketika instansi purbakala di Palembang dan Jambi melakukan penyuluhan kepada penduduk, selain artefak semakin berkurang diambili penduduk. Legimin aktif membantu para purbakalawan. Bukan itu saja, ia rajin mengumpulkan artefak-artefak yang tidak laku dijual, seperti pecahan-pecahan tembikar, bata kuno, dan potongan kayu, lalu ditata di halaman rumahnya.

"Saya telah membuat museum situs di halaman rumah," ujar Legimin. Istilah "museum situs" diperolehnya dari arkeolog yang kerap melakukan penelitian dan tinggal di rumahnya. Baginya, mengumpulkan dan memajang artefak di depan rumah agar dilihat tamu tentang bukti-bukti peradaban abad ke-4 Masehi itu adalah museum situs.

Mengapa Legimin membawa artefak-artefak "rongsokan" ke Palembang?

"Saya ingat pesan teman-teman dari arkeologi, terutama Pak Roso, kalau menemukan lokasi temuan yang paling padat dan beraneka ragam, supaya melaporkan. Parit yang saya gali padat dan lengkap temuannya, Pak," kata Legimin menjelaskan maksud kedatangannya di Palembang, sambil melaporkan ada warga yang menyimpan tujuh patung perunggu berukuran kecil. Pak Roso yang dimaksud adalah Soeroso MP, salah satu peneliti yang pertama mengungkap identitas situs Karangagung Tengah, dan kini selaku Direktur Peninggalan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Legimin, yang pernah menempuh karier sebagai petinju di Malang, pertama kali ikut transmigrasi ke Air Sugihan pada tahun 1980 dan mulai menetap di Karangagung pada akhir tahun 1989. Air Sugihan, yang letaknya di sebelah timur Karangagung (masuk Kabupaten Banyuasin), dikenal juga kaya dengan artefak pra-Sriwijaya. Daerah ini yang terlebih dahulu dieksploitasi kekayaan arkeologinya, terutama manik-manik dan keramik. Dari Air Sugihan kemudian para pemburu harta karun mengalihkan perhatian ke Karangagung.

Legimin hidup tenang di Karangagung bersama keluarga. Usahanya sebagai petani dan tukang tambal gigi mampu menghidupi seorang istri dan lima anaknya, bahkan putrinya yang sulung dapat kuliah di Malang. Sebagai tukang tambal gigi, Legimin keliling kampung dengan sepeda mencari pasien sambil mengumpulkan artefak-artefak "rongsokan" untuk koleksi museum situsnya.

Museum terbuka Legimin kini telah diberi atap rumbia agar benda-benda koleksi tidak kepanasan dan kehujanan. Dia mengakui, museum itu diwujudkan karena kekagumannya pada umur artefak-artefak Karangagung yang lebih tua daripada Kerajaan Sriwijaya, setelah ia mendengar informasi dari para purbakalawan yang sering berdiskusi di rumahnya yang sederhana.

Legimin memang bukan Maclaine Pont yang rajin mengumpulkan benda-benda peninggalan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur, pada tahun 1924-1926. Arsitek bangsa Belanda yang merekonstruksi ibu kota Majapahit itu membangun gedung yang kokoh dan megah untuk menyelamatkan artefak Majapahit, sementara Legimin membangun museumnya dengan bahan apa adanya.

Bagi Legimin, benda-benda itu adalah titipan leluhur dari tanah Sriwijaya. Walaupun bukan tanah kelahirannya, kekayaan arkeologi di tanah Sriwijaya yang dipijaknya kini perlu dijaga.

Nurhadi Rangkuti Kepala Balai Arkeologi


03 Maret 2008

Airsugihan Dibagi Dua, Kiri dan Kanan

Air Sugihan dibagi menjadi dua, yakni Airsugihan kiri terletak di Kabupaten Banyuasin, dan Airsugihan kanan terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.Petani di daerah Air Sugihan kanan telah memanfaatkan Lahan Usaha I dan II untuk usaha pertanian tanaman pangan. Jenis tanaman yang ditanam adalah padi, jagung, dan kedelai.Dari ketiga jenis tanaman pertanian (padi, kedelai dan jagung), Padi merupakan tanaman utama di daerah rawa Air Sugihan Kiri. Selain ketiga tanaman tersebut, petani juga sudahmengusahakan penanaman tanaman tahunan, salah satunyaadalah kelapa hibrida.

Dari data produksi baik tanaman padi, kedelai maupun jagung menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani adalah cukup tinggi, bila petani dengan tekun dalam menanam tanaman pertanian.
Jenis tanaman tahunan yang ditanam petani di lahan pekarangan antara lain kelapa, pisang , sukun, nangka, kopi dan rambutan. Jumlah petani yang menanam kopi (58%) dan kelapa (33%). Produksi tanaman tahunan lahan pekarangan yang paling utamaadalah kopi. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa produksi kopi mampumenyumbangkan pendapatan sekitar Rp. 37.500,- hingga Rp. 975.000,- dan kelapa menghasilkan sekitar 125 butir dengan harga sekitar Rp. 125.000,-.

Air Bersih

Untuk keperluan sehari-hari, terutama minum dan masak, warga daerah rawa Air Sugihan Kanan sangat tergantung pada air hujan. Sementara untuk keperluan mandi dan mencuci, air yang digunakan berasal dari saluran atau sumur.Air hujan adalah sumber air bersih yang mudah dan murah, namunmasih ada kendala yang dihadapi yaitu kurangnya waktupenampungan ataupun daya tampung yang dimiliki masyarakatterbatas. Pada musim kemarau, penyediaan air bersih untuk keperluan minum dan masak menjadi kendala karena air sumur dan air dari saluran tidak layak untuk dikonsumsi.

Untuk keperluan sehari-hari, terutama minum dan masak, warga daerah rawa Air Sugihan Kanan sangat tergantung pada air hujan. Sementara untuk keperluan mandi dan mencuci, air yang digunakan berasal dari saluran atau sumur.Air hujan adalah sumber air bersih yang mudah dan murah, namunmasih ada kendala yang dihadapi yaitu kurangnya waktupenampungan ataupun daya tampung yang dimiliki masyarakatterbatas. Pada musim kemarau, penyediaan air bersih untuk keperluan minum dan masak menjadi kendala karena air sumur dan air dari saluran tidak layak untuk dikonsumsi.

Serangan Hama yang terjadi di Air Sugihan Kanan terutama disebabkan oleh hama walang sangit, lembing batu, ulat dan tikus. Serangan hama umumnya terjadi pada masa tanam I (MT I).
ingkat serangan hama walang sangit berkisar antara sedangsampai berat, sementara serangan hama lembing batu, ulat dantikus termasuk serangan hama berat. Upaya yang telah dilakukan petani diantaranya adalah denganmelakukan penyemprotan bahan kimia.

Jenis tanaman tahunan yang ditanam petani di lahan pekarangan antara lain kelapa, pisang , sukun, nangka, kopi dan rambutan. Jumlah petani yang menanam kopi (58%) dan kelapa (33%). Produksi tanaman tahunan lahan pekarangan yang paling utamaadalah kopi. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa produksi kopi mampumenyumbangkan pendapatan sekitar Rp. 37.500,- hingga Rp. 975.000,- dan kelapa menghasilkan sekitar 125 butir dengan hargasekitar Rp. 125.000,-.Lahan Pekarangan

Petani di daerah Air Sugihan Kanan telah memanfaatkan Lahan Usaha I dan II untuk usaha pertanian tanaman pangan. Tanaman yang ditanam diantaranya padi, jagung, ubi kayu dan cabai.Padi merupakan tanaman utama di daerah rawa Air Sugihan Kanan. Selain tanaman-tanaman tersebut, petani di Sugihan Kanan juga sudah mengusahakan tanaman kopi, terutama pada Musim Tanam I.

Luas dan Penggunaan Lahan Usaha II

Luasnya lahan bera baik di lahan usaha I maupun lahan usaha II pada kedua rnusirn tanam yang dibiarkan sepanjang tahun atau pada sisa musim tanam. Lahan bera ini menjadi sarang hama terutama tikus dan burung-burung yang menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas dan kegagalan panen sebagian besar tanaman yang diusahakan, atau menyebabkan biaya usahatani menjadi tinggi.

Permasalahan penggunaan lahan di daerah Sugihan Kanan adalah:

Produktivitas padi pada umumnya rendah yaitu 2,3 ton GKG/Ha dan jagung 1,2 ton/Ha. Hasil padi MH. 1998/1999 adalah 1,0 - 1,5 ton/Ha. Faktor penyebab rendahnya produktivitas dan indeks pertanaman diantaranya adalah ketersediaan modal yang terbatas, resiko hama dan penyakit tinggi serta adanya keracunan tanaman oleh kandungan besi pada tanah.

Pada umumnya, petani melakukan pemupukan urea, TSP/SP 36 dan KCl antara satu sampai tiga kali per musim tanam. Petani memupuk padi sawah dengan cara tebar dan memupuk tanaman-tanaman non-sawah dengan cara tugal/larikan. Pupuk ZA dan sebagian kecil KCl diberikan sebagai pupuk daun dengan penyemprotan, sedangkan pupuk kandang sebagian besar diberikan dengan cara tebar.

Masyarakat Daerah Rawa Sugihan Kanan sangat bergantung pada air hujan, oleh karena itu dibutuhkan sistem penyediaan / penampungan air bersih yang dapat memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau.

Kemajuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditentukanoleh tingkat pelayanan yang dilakukan oleh aparat di lapangan dan lembaga pedesaan yang langsung berhubungan dengan masyarakat.

Luas areal potensi rawa di daerah Air Sugihan Kiri 49.557 Ha, yang merupakan daerah rawa pasang surut. Dengan rincian Lahan yang Sudah dikembangkan sebesar 28.488 Ha dan Lahan yang Belum dikembangkan 21.069 Ha.

NASIB PETANI KINI

Oleh : T Junaidi

Sepuluh tahun saya merasakan menjadi anak petani ulung di pelosok desa pedalaman Airsugihan. Sebuah desa yang sulit dijangkau orang kota. Tidak ada jalan darat yang mampu menghubungkan desa kami menuju kota Palembang. Satu-satunya jalan yang bisa dilalui adalah menyusuri sungai dan rawa-rawa. Meski desa kami ‘terisolasi’ dengan daerah luar, anehnya selama puluhan tahun saya dan petani-petani lainnya bangga menjadi petani. Kebanggaan itu terutama ketika pemerintah selalu mengagung-agungkan petani sebagai orang yang berjasa terhadap negeri ini. Kami adalah ujung tombak kemakmuran dan penopang program swasembada pangan negeri ini. Kami sangat bangga.

------------------------

Sepuluh tahun kedepan, kebanggaan saya menjadi petani ulung pun sirna, setelah saya mencoba menjadi orang kota yang sedikit menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, meskipun masih berkelas komputer WS. Saya kemudian berpikir, alangkah bodohnya saya menjadi seorang petani yang selalu dimarjinalkan oleh ruang dan waktu. Selamanya saya tak mampu merubah nasib miskin menjadi kaya, kecuali saya memutar otak menjadi orang pintar, dan sekarang menjadi sedikit kaya.

Sepuluh tahun kemudian, saya mencoba menengok desa saya yang saya tinggalkan, tak ada perubahan kemajuan yang menyolok, keculi kabar buruk bahwa desa saya menjadi pusat perhatian karena kemiskinannya. Menyongsong musim panen tiba pada bulan Maret nanti, petani kini sudah disongsong pula dengan harga beras yang melambung. Saya kembali merasa terpukul. Nasib petani memang tak pernah berubah, mereka tetaplah menjadi aktor penderita dalam berbagai hal, terutama kebijakan impor beras pemerintah tahun lalu maupun kini.

Hingga memasuki 25 tahun sejak 1982 menjadi warga trans di jalur 23 Airsugihan, merupakan waktu yang cukup lama untuk merubah nasib. Lagi-lagi petani merasa bangga menjadi petani, termasuk bapak saya yang dulu pernah memanggul senjata sebagai pejuang kemerdekaan RI dan sekarang mendapat penghargaan tunjangan veteran (tuvet) dari pemerintah sebesar Rp 500 ribu per-bulan, bapak bilang petani merupakan pejuang sejati negeri ini. Sebab sejak jaman penjajahan dulu, petani sebagai pemasok logistik bagi pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan. Setiap panen tiba, mereka juga harus menyetor sebagian hasil panennya kepada penjajah Jepang ataupun Belanda. Setelah merdeka, mereka diangkat derajadnya sebagai peran utama dalam program lumbung pangan nasional.

Predikat yang sangat membanggakan bagi mereka. Dan sekarang memasuki era reformasi yang menumbangkan orde baru dan orde-orde terbaru, petani tetap sebagai batu pijakan bagi kepentingan orang kota dan tengkulak kaya raya. Saya sedih, tetapi bapak saya tetap bangga menjadi petani. Begitu juga petani-petani yang lain, mereka tidak pernah merasa menjadi sebagai pejuang yang memakmurkan negerinya. Sampai-sampai mereka juga tidak sempat merasakan hasil panen yang ditanam dan dirawatnya selama empat bulan dihamparan persawahan.

Sebab hasil panen mereka habis untuk membayar hutang selama musim cocok tanam. Perjuangan tanpa pamrih ini tidak pernah mendapatkan penghargaan yang layak. Petani selalu saja menjadi kaum yang terpinggirkan. Selalu menjadi bahan pergunjingan kaum elit, bahkan sering dituding sebagai pemasok angka kemiskinan nasional terbesar. Dan karena kemiskinannya ini pulalah mereka selalu dijadikan sebagai komoditas politik pihak-pihak tertentu.

Saya jadi teringat dengan kejadian 25 tahun yang lalu, pada saat itu petani diagung-agungkan oleh pemerintah karena menjadi aktor utama dalam pembangunan bangsa. Tanpa peran serta petani maka negara Indonesia tidak akan ada artinya apa-apa. Kemudian para petani pun berlomba-lomba untuk memaksa produksinya masing-masing. Berbagai carapun dilakukan untuk menggarap sawah dan ladang.

Mereka tak peduli bahwa ongkos menggarap sawah itu mahal, segala cara dilakukan termasuk hutang untuk mendapatkan bibit padi, obat-obatan, pupuk dan pengelolaan tanah. Tak hanya itu, petani terkadang juga mengorbankan masa kecil anak-anaknya untuk ikut menggenjot penggarapan sawah. Tak heran kebanyakan anak petani tak pernah aktif masuk sekolah, alasannya membantu orang tua menggarap sawah. Guru-Guru di desa pun maklum dengan kondisi seperti itu.

Yang menyakitkan, ketika petani benar-benar bersemangat menggarap sawah, berbagai jenis obat-obatan untuk pertanian justru harganya mahal, pupuk bersubsidi jatahnya dikurangi, bahkan setelah sampai di tangan petani harga jualnya setinggi langit dan sulitnya mendapatkan barang-barang tersebut di pasaran. Harga pupuk yang biasanya dijual Rp 65 ribu, bila sapai dipedagang bisa mencapai Rp 75 ribu atau Rp 100 ribu bila ngutang.

Dan disaat petani menjerit dengan segala kesulitannya itu, disongsong harga beras ikut-ikutan tak mau kompromi, maka lengkaplah petani sebagai aktor pelengkap penderita. Dan yang paling menyakitkan lagi, pemerintah mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton karena alasan menipisnya stok pangan nasional.

Petani benar-benar sekarat. Bagaimana tidak, disaat mereka mengalami hantaman kanan-kiri, nyatanya pemerintah tidak segera turun tangan, malahan sibuk memperjuangkan nasib para pengusaha dan pemilik modal besar. Pemerintah berani melukai hati para petani dengan mengimpor beras dikala petani sedang akan menikmati harga beras yang merambat naik. Dengan entengnya mengatakan kalau persediaan pangan nasional bakal segera habis padahal beberapa minggu lagi akan tiba masa panen raya.

Duh, nasib petani!