31 Oktober 2008

Ismed Pimpin OKI

Ismed Pimpin OKI

Pasangan calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) Ir H Ishak Mekki MM-H Engga Dewata SSos (Ismed) dipastikan memimpin Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) lima tahun ke depan, 2008-2013. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) OKI menetapkan kandidat koalisi Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan partai kecil lainnya dengan nomor urut 4, itu sebagai pemenang dalam Pemilukada 23 Oktober 2008, lalu.

Pleno KPUD mencatat Ismed meraih 49,79 persen atau 190.425 suara dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 486.026. Sedangkan, calon yang diusung oleh PAN-PKB, Iskandar SE-Kukuh Pudiyarto (Kandaku) mengumpulkan 41,93 persen (160.395 suara).

Posisi ketiga untuk pasangan nomor urut 1, Ir H Iskandar Maliki-Drs H Iskandar Aidi MM (Duo Iskandar) 7,03 persen (26.873 suara). Terakhir, calon independen nomor urut 3, Hendri Faisal-Rahma Dewi sebanyak 4.796 suara (1,25 persen).

Rapat pleno yang dipimpin oleh Ketua KPUD OKI, Ir Haisen Hower MP dan anggota serta 18 ketua PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), itu hanya dihadiri perwakilan dua saksi, Ismed dan Kandaku. Sedangkan, saksi Duo Iskandar dan pasangan independen tidak hadir.

Ketidakhadiran saksi dua pasangan calon tersebut menyebabkan rapat molor. Jadwalnya mulai pukul 10.00 WIB, namun tertunda hingga 13.00 WIB. Rapat dengan agenda perhitungan ulang suara, itu diawali dengan pembacaan perolehan suara masing-masing kandidat oleh ketua PPK.

Pasangan Ismed sendiri seperti diberitakan, tetap menguasai 13 kecamatan. Sedangkan, basis Kandaku di lima kecamatan. Lumbung suara Ismed antara lain, Kayu Agung, Tulung Selapan, Pedamaran, Mesuji Raya, Lempuing Jaya, Teluk Gelam, Lempuing, Sungai Menang, dan Kecamatan Mesuji. Berikut di Kecamatan Mesuji Makmur, Tanjung Lubuk, Air Sugihan, dan Cengal.

Sedangkan keunggulan pasangan Kandaku di Pangkalan Lampam, Jejawi, SP Padang, Pampangan, dan Pedamaran Timur (lihat grafis). “Perhitungan suara Pemilukada OKI ini sudah sah. Bagi pasangan calon yang merasa keberatan dapat menyampaikan keberatannya secara tertulis ke pengadilan tinggi selama tiga hari,” tegas Kuasa Hukum KPUD OKI Alamsyah Hanafiah SH, usai rapat pleno. (38)

Cabup OKI Teken MoU

Cabup OKI Teken MoU

Calon Siap Menang, Siap Kalah

Pasangan calon bupati dan wakil bupati OKI (Ogan Komering Ilir) periode 2009-2014, kemarin, menandatangani nota kesepahaman (MoU) siap memang dan siap kalah. Penandatanganan MoU tersebut dilakukan di Gedung Transa Trisna Mapolres OKI, Kayuagung.

Sayangnya, penandatanganan tersebut hanya dihadiri tiga pasangan, yakni pasangan incumbent Ir H Ishak Mekki MM-H Engga Dewata Zainal SSos dengan nomor urut 4, pasangan Iskandar SE-Kukuh Pudiyarto dengan nomor urut 2, dan pasangan independen Hendri Faishal SE-Rahma Dewi SE nomor urut 3. Sedangkan pasangan Ir H Iskandar Maliki MM – Drs H Iskandar Aidi MM tidak hadir karena ada keperluan keluarga.

Ditemui disela-sela MoU, Ketua KPU OKI Ir Haisen Hower MP mengatakan, tugas mereka saat ini sangat berat. Sebab, selain telah melaksanakan Pilkada Gubernur, juga menggelar Pilkada Bupati OKI dan terakhir Pemilu Legislatif.

“Namun sekarang tugas sudah agak ringan karena Pilkada Gubernur sudah selesai dan di OKI berlangsung tertib, amn dan lancar tidak ada hambatan yang berarti. Kita berharap pada Pilkada Bupati dan Wakil Bupati mendatang juga berlangsung aman dan tertib, sesuai kesepakatan hari ini (kemarin, red),’’ ujarnya.

Dikatakan Haisen, tahapan Pilkada Bupati saat ini sampai pada penyampaian daftar pemilih tetap (DPT) ke PPS, KPPS, PPL dan saksi calon selesai 26 September 2008, 27 september hingga 10 Oktober 2008 penyampaian kartu pemilih, tanggal 6 hingga 19 oktober kegiatan awal kampanye.

Menyinggung masalah logistik kata Haisen sebelum lebaran sudah diterima semua dan siap untuk didistribusikan ke 18 kecamatan dalam Kabupaten OKI.

Sementara Kapolres OKI AKBP Drs Yudhi Faizal SH MH juga berharap pada pelaksanaan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati OKI mendatang dapat berlangsung aman dan lancar sesuai dengan yang kita harapkan.

Kapolres berharap untuk mencapai Pilkada aman dan tertib meminta kepada setiap tim sukses pasangan untuk tetap mematuhi semua aturan yang telah ditentukan sesuai koridor hukum. Apabila ternyata ada yang malanggar petugas tidak segan-segan mengambil tindakan tegas,’’ Kapolres. (38/jpnn)

(Ditulis pada oleh rdar)

20 Oktober 2008

Ki Suparno ‘Gaet’ Sinden Bule

Mengawinkan Dua Keunikan

Di Panggung Wayang

Ini menjadi catatan tersendiri bagi penggemar wayang kulit di Palembang, Sabtu (18/10). Pergelaran yang disiarkan secara langsung TVRI stasiun Palembang itu, menampilkan dalang Ki Suparno Wonokromo, Bos Harian Sumatera Ekspres Group dengan sinden bule asal Chicago Amerika Serikat, Elizabet Karen. Dua perbedaan yang dikolaborasi di atas panggung wayang, benar-benar menjadi tontonan menarik.

------------------------

Masyarakat penggemar wayang kulit di Palembang, berdecak kagum mendengar suara perempuan bule yang empuk, medhok jowo (fasih dialek Jawa), dan njawani (sesuai budaya Jawa). Bahkan banyak yang bilang, suara Karen lebih sempurna daripada sinden beneran asal Jawa. Nah, lho, kalau orang bule saja lebih fasih melafalkan tembang-tembang Jawa, lama-lama kita berbalik belajar bersama bule.

Setidaknya inilah keunikan dari dua perbedaan itu. Mereka berdua bukan dari latar belakang seniman professional, melainkan orang yang peduli dengan kesenian. Yang satu pribumi asli dari komunitas seni tradisional Jawa alias ‘nguri-uri’ kabudayan (menggalakkan kesenian Jawa), yang satu hanyalah orang yang ingin belajar berkesenian secara baik dan benar. Hasilnya, luar biasa menarik. Bikin penggemar wayang kulit berdecak kagum.

Bagaimana tidak, selain kita mengagumi penampilan perempuan asing bermata biru dan berpostur tinggi semampai itu, kita juga mengagumi cara biacaranya yang bener-bener Jawa priyayi. Berbahasa Jawa Inggil. Sepintas, Karen memang terlihat dingin tak bersemangat, tidak banyak bicara, namun ketika berada di atas panggung bersama lawak Semar dan Bagong, mulai terlihat karakter banyolannya yang khas Jawa.

Ketika Semar menyinggung pribadi Karen yang lemah lembut dan menguasai seni budaya Indonesia, terutama Jawa, Karen mengatakan bahwa seni budaya Jawa sangat indah. ‘’Saya menyukai seni dan keindahan. Tata gerak dalam seni tari dan wayang sarat dengan filosofi kehidupan. Kehidupan itu kalau kita hayati benar-benar sangat indah. Saya tertarik itu,’’ ujar Karen.

‘’Lantas siapa yang ngajari kamu menyinden dan menari?’’ Tanya Semar.

‘’Ya, yang ngajari aku bisa seperti ini, ya yang ngeloni aku,’’ jawab Karen tanpa ekspresi, seolah-olah tidak perlu dibahas panjang lebar mengenai kata ‘mengeloni’. Artinya orang yang meniduri dirinya. Siapa yang meniduri Karen? Siapa lagi kalau bukan suaminya sendiri sekaligus guru privat seni tradisi Jawa, Muhammad Sholeh Adi Pramono, yang juga seorang dalang terkemuka di kawasan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Bersama sang guru pribadi itu, Karen cepat pintar melantunkan tembang-tembang tradisional Jawa.

Dari situlah akhirnya Karen mendapat kesempatan ikut nyinden setiap ada tanggapan wayang. Lama-lama orang Malang mengakui kehebatan Karen dalam hal kesenian tradisional Jawa, terutama nyinden dan tarian Remong. Kini Karen lebih pas sebagai ‘orang Jawa’ yang selalu andap asor, merendah dengan apa yang sudah dia kuasai. ‘’Saya masih belum bisa apa-apa dan masih ingin belajar terus,’’ ujarnya ketika dibincangi Sumatera Ekspres di ruang rapat TVRI Palembang.

Dengan memakai busana tradisional Jawa yang terkesan ribet, sumpek, dan sulit untuk bergerak bebas, menurut Karen, tidak juga. Disitulah keindahannya. Meski ribet, tapi memiliki nilai seni.

Sementara Suparno Wonokromo, yang kini mendapatkan gelar ‘Ki’ yang biasanya selalu menempel di depan nama dalang, merasa bukan dalang. ‘’Saya sebenarnya hanya hobi mendalang. Ada yang nonton ya syukur, kalau tidak ada, ya tidak apa-apa. Wong kita ini memang bukan dalang professional. Saya bukan keturunan dalang. Kita masih terus belajar,’’ ujarnya.

‘Dalang-dalangan’ menurut pengakuan Suparno, justru mendapat legalitas masyarakat dengan nama Ki Suparno, dalang kondang dari Palembang. Jam terbangnya juga lumayan cepat menanjak. Berbagai kesempatan mendalang dilakukan tak hanya di Palembang, tetapi juga di Lampung dan di Jawa.

Disinilah keunikan dua perbedaan itu, yang sama-sama bukan dari seniman professional, namun nilai tontonannya merupakan tontonan yang berkelas.

11 Oktober 2008

Airsugihan Bakal Berubah Jadi Lahan Sawit

Petani Airsugihan

di Persimpangan Jalan

Dua puluh delapan tahun sejak (1982), petani Airsugihan benar-benar bergelut dengan waktu dan diperkosa oleh sebuah tradisi leluhur sebagai pekerja keras. Saya dan mereka adalah anak-anak dari mesin pencetak beras bagi kemakmuran bangsa ini. Ribuan hektar lahan gambut yang merupakan lembaran masa depan kaum petani, telah menorehkan tinta emas bagi perjuangan hidup di wilayah terasing itu--dikurung sungai alam dan hutan belantara. (Kalau pemerintah tidak malu mengatakan ini daerah terisolir), karena jalan penghubung (darat) masih menjadi teka-teki. Tapi itu lupakan saja. Airsugihan yang digadang-gadang sebagai proyek lumbung pangan nasional, lambat laun bakal menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit. Mengapa?

---------------------------

T Junaidi--AIRSUGIHAN

---------------------------

Petani Airsugihan bukan tipe manusia pemalas, meski puluhan kali sempat dilanda kegagalan panen karena serangan hama tikus dan babi hutan, tapi mereka tetap tegar dan bertahan sebagai petani sawah. Tak hanya itu, sejak BBM naik, yang melegitimasi naiknya harga obat-obatan, pupuk bersubsidi, sembilan bahan pokok dan lain-lain, memang sempat membuat warga kelabakan. Solusi pemerintah untuk membantu kaum marginal itu sepertinya kandas di sebuah rencana. Bahkan terkesan tidak menemukan solusi yang berarti. Akhirnya masyarakat harus menyelamatkan diri dari belenggu kemiskinan turun temurun. Dan kini perjalanan menembus kemakmuran itu para petani masih berada di persimpangan jalan. Belok ke kanan (tetap bertahan sebagai petani sawah) atau belok ke kiri sebagai petani perkebunan?

Melihat kenyataan itu, beberapa utusan pemerintah pusat yang terjun langsung di daerah transmigrasi benar-benar kelabakan. Mengapa bisa terjadi? Suryanto, Kades Sukamulya Jalur 23 kecamatan Airsugihan, tak mampu berkata apa-apa, kecuali minta kepada para petugas untuk bertanya langsung kepada para petani. Bila Airsugihan sudah menutup proyek mesin pencetak beras, ini jelas akan mengurangi tingkat swasembada pangan lokal maupun nasional.

Disisi lain, petani Airsugihan memang sudah cukup kebal bermandikan peluh dan hujan. Mereka sudah mulai pintar membaca alam dan mahir dalam hitungan matematika. Mengapa selama puluhan tahun tak menghasilkan apa-apa secara financial? Padahal hasil panennya cukup berlimpah. Bahkan beberapa hektar padi sempat tidak bisa terangkut ke rumah gara-gara surplus padi. Mereka kewalahan mengangkutnya dari sawah ke rumah.

Kendati penghasilan berlimpah, ternyata petani merasa tidak memperoleh apa-apa. Nilai modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan nilai hasil yang didapat. Ini sama artinya satu ditambah satu hasilnya bukan dua, tapi min empat. Petani tetap merugi. Mengapa? Banyak faktor yang membuat petani sempoyongan. Pertama dipermainkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan dari penderitaan petani, yaitu harga obat-obatan yang terus merangkak naik, bahkan adakalanya dipermainkan seolah-olah obat-obatan langka, stok habis. Akhirnya para dracula penghisap darah petani senaknya menaikkan harga. Pupuk bersubsidi setelah sampai ditangan petani harganya Rp 75 ribu, atau petani meminjam pada lintah darat Rp 125 ribu (bayar setelah panen). Sudah dihantam obat-obatan dan pupuk, masih dihantam pula BBM, terutama bensin dan solar menjadi barang langka. Bahan bakar untuk diesel bajak sawah itu, kalau saja ada yang jual, dipastikan harganya dua kali lipat dari harga biasa.

Beberapa pedagang solar mengaku tidak mau ambil risiko terlalu besar mengangkut solar ke daerah transmigrasi Airsugihan, meskipun kebutuhan solar cukup banyak, terutama musim garap lahan. Mengapa?

Membawa solar melewati perairan lebih ‘boros’ karena menguap di jalan. Hampir setiap tikungan sungai atau pos-pos tertentu, tak sedikit oknum aparat ‘ngemil’. Kalau tidak barang dagangan itu disita. Nah, pilih mana? ‘’Kami ada surat-surat dari kades, pertamina, camat, tapi tetap saja dimintai setoran. Keuntungan kami kan dari situ. Kalau selama perjalanan saja sudah beberapa pos kami harus membayar, berapa lagi keuntungan kami. Terpaksa kami menaikkan harga cukup tinggi,’’ ujar salah seorang pedagang solar di Jalur 25, yang meminta namanya tidak mau disebutkan.

Maka komplitlah penderitaan petani yang dicekik dari arah kanan, kiri, depan dan belakang. Kondisi seperti ini terasa sangat membosankan. Warga sudah cukup lelah menjadi mesin swasembada pangan, yang selama ini hanya sebagai komoditas politik belaka. Setiap ada pemimpin baru, janjinya setinggi langit. Ingin menuntaskan penderitaan petani, ingin mengusahakan obat-obatan dan pupuk bersubsidi sampai ditangan petani. Nyatanya? Warga ingin melupakan carut-marut itu dengan cara lebih hemat tapi bisa menghasilkan uang banyak. Tak lain mengubah ketergantungan obat-obatan pertanian yang selama ini ‘ngotaki’ petani, dengan merubah pola tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan. Meski untuk tahun ini hingga lima tahun mendatang, petani masih butuh obat-obatan dan solar untuk mesin bajak sawah, lima tahun mendatang? Entah, Airsugihan seperti apa.

.

09 Oktober 2008

Anak Trans Yang Berhasil Kuliah di Malaysia

Anak Pintar Itu Memberi

Pencerahan Desanya

Muhammad Syamsuri Abdul Faqir Jalaluddin Ar-Rumy

Idul Fitri tahun ini (1429H) warga transmigrasi jalur 23 desa Sukamulya kecamatan Airsugihan, mendapat pencerahan dari seorang anak desa pintar Al Ustadz Muhammad Syamsuri Abdul Faqir Jalaluddin Ar-Rumy, dia adalah Mahasiswa Postgraduate (Pasca Sarjana) di sebuah perguruan tinggi Malaysia yang tepatnya di tengah kota Kualalumpur "Universiti Malaya". Sampai saat ini, warga trans Airsugihan desa Sukamulya ini tercatat sebagai Mahasiswa Economic of Islamic Studies di Akademi Pengajian Islam.

Warga desa Sukamulya benar-benar merasa bangga. Shalat Idul Fitri mendapat siraman rohani dari Syam, yang saat itu tampil sebagai Khotib aIdul Fitri dan penceramah pada acara Halal Bi Halal di Balai Desa Sukamulya, Sabtu (4/10/2008). Tidak menyangka anak yatim yang tidak memiliki penghasilan apa-apa (petani sawah trans Airsugihan) itu, memiliki semangat luar biasa. Setelah menamatkan pendidikannya di SMA Persiapan Airsugihan (PAS), anak muda lajang yang biasa disapa Mas Syam itu, lalu melanjutkan di KMI Darussalam Gontor Ponorogo (1998-2001), dan Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Fakultas Syari’ah jurusan Menejemen Lembaga Keuangan Islam (2002-2006).

Jamah Shalat Idul Fitri 1429 H di Masjid Nurul Huda Sukamulya

Selama menempuh pendidikan di pesantren modern Gontor, Syam tidak pernah meminta uang serupiahpun pada orangtuanya. Bagaimana dia mau meminta uang, bapaknya sudah meninggal ketika Syam sedang giat-giatnya belajar, sedangkan ibunya hanyalah sebagai pedagang sayur keliling, hasilnya hanya pas untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya ketiga adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Tapi dengan kegigihan dan semangat pantang mundur, Syam mampu melewati semua rintangan meski harus tertatih-tatih. Beberapa dermawan akhirnya terketuk hatinya untuk ikut mengulurkan tangan membantu anak muda berpotensi itu. Apalagi seperti dikatakan Syam, bahwa dirinya berasal dari desa terpencil Airsugihan, dan akan kembali ke Airsugihan. Dia hanya punya semangat belajar keras. Hanya itu saja.

Jamah Shalat Idul Fitri 1429 H di Masjid Nurul Huda Sukamulya

‘’Saya orang desa Mas, saya akan kembali ke desa dan membangun desa. Menetap di kota sebenarnya bukan impian saya. Sekarang saya melanjutkan S2 di Universiti Malaya, tidak ada yang bisa diharapkan dari orangtua saya, terutama ongkos pendidikan. Tahu sendiri kan siapa orang tua saya?,’’ ujar Syam.

Jamah Shalat Idul Fitri 1429 H di Masjid Nurul Huda Sukamulya

Anak trans yang kini aktif di organisasi kepemudaan Indonesia-Malaysia ini, merasa sedang tertatih-tatih mencari bapak angkat untuk keberlangsungannya menempuh pendidikan di Malaysia. Dia berharap para pejabat Sumsel turut serta membantu memberi beasiswa selama di Malaysia. Siapa yang peduli memberi kemudahan bagi Syam?

Jamaah Halal Bi Halal di Balai Desa Sukamulya

PROFIL LENGKAP SYAM KLIK DI SINI





06 Oktober 2008

Lebaran Bersama Warga Trans Airsugihan

23 Anak Dikhitan Gratis
115 Warga Berobat Gratis

Mudik tahun ini benar-benar terasa berarti bagi kami. Kami semula tidak merencanakan apa-apa. Terjadi begitu saja. Mengalir seperti air. Kami bahkan tidak menyangka bisa mengkhitan saudara-saudara kami di daerah trans sebanyak 23 anak-anak dan sebanyak 115 warga berobat secara gratis. Beberapa waktu lalu kami pernah mengusulkan pada Kades Sukamulya untuk mengadakan khitanan massal tanpa ada embel-embel pilkada, intrik politik dan kepentingan-kepentingan lain. Tapi benar-benar murni menolong anak-anak dan warga trans.

Usulan itu tak pernah bisa diwujudkan. Saya maklum, mungkin kadesnya sulit mencari donator atau sponsor. Selama ini biaya mengkhitan di jalur rata-rata Rp 300.000 (tiga ratus ribu) atau berobat sekali suntik Rp 30.000 (satu lubang) dua lubang Rp 60.000, uang segitu mungkin tidak ada artinya bagi keluarga berada, tapi bagi mereka yang kurang beruntung, tentu sangat berat. Ditambah lagi, setiap lebaran, dipastikan petugas kesehatan tidak ada yang siaga didaerah Trans Airsugihan. Semua petugas mudik dikampung halamannya masing-masing.

Berawal dari rasa cinta dan solidaritas sesama warga jalur (warga trans), secara sertamerta, kami lalu menggelar khitanan massal secara gratis tanpa acara formal-formalan. Tidak ada master of ceremony (MC), tidak ada acara sambutan Pak Kades, Pak RT, Pak Camat dan lain-lain. Kami melakukan secara pribadi, biaya pribadi dan tidak melibatkan donator dari manapun. Kami bukan orang kaya raya, bukan dari keluarga terpandang, juga bukan pengusaha sukses. Kami juga sama seperti mereka, dari keluarga petani tulen, kami juga pernah merasakan bagaimana menjadi orang miskin dan kurang beruntung. Kebetulan istri saya adalah orang kesehatan, dan sudah terbiasa menghadapi khitanan massal. Alhamdulillah, kami merasa bahwa kami lebih beruntung dari mereka. Untuk itulah kami memberdayakan keahlian kami agar bermanfaat bagi yang lain.

05 Oktober 2008

Desa Yang Santun dan damai

Desa Yang Santun dan damai

*Kuda Lumping Disiang Bolong

Kesempatan mudik di desa Sukamulya, jalur 23, Kecamatan Airsugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), benar-benar terasa nikmat. Kampung petani, agamis, santun dan damai, merupakan dambaan kita semua. Pada mudik lebaran ini, kami bertemu sanak keluarga, handai taulan, teman lama, dan tak kalah menarik, kami dihibur kesenian tradisional kuda lumping.

Ingat kuda lumping, ingat juga Reog, kesenian tradisional Indonesia yang disinyalir beberapa waktu lalu, diakui pihak masyarakat Johor di Malaysia, kuda lumping juga sempat diakuinya. Kesenian yang tumbuh berkembang di seantero Indonesia ini, merupakan kesenian murah meriah dan sangat menghibur. Kuda lumping merupakan tarian yang menggunakan kuda-kudaan, terbuat dari anyaman bamboo, bisa juga disebut kuda kepang. Kepang berarti juga anyaman. Bambu yang dikepang atau dianyam menyerupai kuda.

Bentuk tariannya diawali dengan bunyi gamelan yang terdiri dari kendang, knong, kempol, gong dan terompet. Para penari kuda lumping terdiri dari laki-laki dan perempuan, tapi belakangan lebih didominasi kaum lelaki.

Bunyi sebuah cambuk yang terdengar keras, sengaja dicambukkan ke arah penari agar terkesan atraktif. Cambukan ini juga menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si-pemain.

Formasi tarian yang tadinya teratur, lama kelamaan menjadi tidak berpola dan berjingkrak-jingkrak. Ini menandakan tarian kuda lumping sudah mulai kerasukan kekuatan magis. Dengan gerakan tak beraturan dan kejang-kejang, inilah puncak atraksi kuda lumping yang sangat ditunggu-tunggu penonton. Mereka melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya.

Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.

Jika dilihat dari keseluruhan permainan kuda lumping, bunyi cambuk yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap cambukan yang dilakukan oleh sipenunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya.