Sekitar seratus pelajar SMPN 3 Airsugihan
berkunjung ke dapur Koran Mingguan Terbesar Sumbagsel, Sumatera Ekspres
Mingguan (Sumeks Mingguan), Selasa (8/5/2012) pukul 11.00 WIB. Kunjungan yang merupakan rangkaian studi tour
ini sebelumnya juga mengunjungi Museum Bala Putra Dewa di Kilometer 5 (KM 5)
yang dilanjutkan ke stadion Gelora Sriwijaya (Markasnya Laskar wong kito--
Sriwijaya FC).
Menurut Amri dalam sambutannya di
Graha Pena, kunjungan ke dapur Koran terbesar Sumbagsel ini untuk mengetahui
lebih dekat bagaimana cara membuat koran, terutama teknis liputan dan penulisan
yang dilakukan para wartawan dalam meliput berita. Selama ini para siswa hanya
tahunya koran sudah dalam bentuk cetakan dan siap dibaca.
‘’Kami memang sudah merencanakan
lama untuk berkunjung ke Graha Pena. Apalagi Direkturnya Pak Triyono Junaidi
atau dipanggil Mas Teje, adalah putra daerah Airsugihan. Tentu ini bisa
memotovasi siswa untuk berkarya lebih baik,’’ ujar Amri yang didampingi ratusan
siswa dan para guru antara lain Suwoko S.pd (Waka Kurikulum), Tarwono S.pd
(Waka Kesiswaan), Anita Susanti S.pd, Nining Surochminingsih S.pd, Rohani Spd,
Fitriyani S.pd, Burhan Muhsanif S.pd, Wawan Marwanto S.pd, Tenaga Tata Usaha
(TU) Suratmi Ririn Maskuriah S, PT, dan Sali, serta tenaga perpustakaan Sriwati
Kunjungan ini langsung disambut
Triyono Junaidi, Direktur sekaligus General Manager (GM) Sumeks Mingguan,
didampingi Antoni Emelson (Manajer Iklan), Ahmad Arpan (manajer Pemasaran),
Kemas A Rivai (Koordinator Liputan) dan Budiman (Fotografer). Bagi para guru
dan siswa, mereka tidak asing lagi dengan Teje, karena bos Sumeks Mingguan ini
merupakan putra daerah Airsugihan.
Pernah sekolah dan pernah mengajar sebagai guru SD pada era 90-an di SD
Panggung Harjo jalur 29.
‘’Melihat adik-adik yang mengenakan seragam
putih biru, mengingatkan saya pada 30 tahun yang lalu ketika berada di tengah
hutan belantara Airsugihan. Aktivitas saya tak lain hanya menyusuri sungai dan
masuk hutan keluar hutan. Tapi semangat saya untyuk menjadi orang pintar selalu
tertanam dalam diri saya setiap saat. Dan yang paling tidak bisa saya
tinggalkan adalah membaca, meski saat itu hanya Koran bekas bungkus cabe. Saya
baca dengan seksama, lalu saya bayangkan bagaiamana membuatnya. Inilah yang
memotivasi saya untuk menjadi penulis. Akhirnya setelah masuk bangku Sekolah
Pendidikan Guru (SPG) saya sudah bisa mendapatkan honor dari tulisan,’’ tutur
Teje di depan para pelajar yang saat itu ingin mendengar langsung pengalamannya.
Teje tidak hanya seorang wartawan biasa, tetapi juga perintis berdirinya
Sumatera Ekspres dari lintas generasi, yaitu generasi Sumatera Ekspres
manajemen Surya Persindo Group (penerbit Media Indonesia) dan Sumatera Ekspres
manajemen Jawa Pos Group.
Pertemuan yang cukup akrab ini dikatakan Mas teje, seperti sebuah acara
reunian. Sebab Teje 30 tahun lalu pernah menjadi siswa yang tinggal dipedalaman
Airsugihan. Jauh dari keramaian kota, jauh dari informasi berita, baik media
cetak maupun elektronik. Praktis saat itu lebih pas disebut Tarzan, karena
aktivitasnya masuk hutan keluar hutan dan menyusuri sungai. Itulah aktivitas
Mas teje. Namun satu hal yang tidak pernah ditinggalkan mas Teje, yaitu
membaca. Apa saja dibaca, terutama Koran dan majalah. Dari pengalaman membaca
itulah menjadikan guru terbaik bagi Teje.
Dari situlah muncul keinginan untuk
menjadi seorang penulis. Karya pertama yang ditulis Mas teje di surat kabar
nasional Suara karya adalah soal Airsugihan yang dirundung kelaparan karena kegagalan
petani mengelola lahan (1990). Karya tulis itu pada tahun 1990 dihargai Rp 7000
(tujuh ribu rupiah) setara 700.000 (tujuh ratus ribu sekarang). Karya pertama
inilah yang pada akhirnya mendorong Mas Teje aktif menulis sejak dibangku
Sekolah Pendidikan Guru (SPG) setara SMA. Begitu tamat, Mas teje mendaftarkan
diri menjadi wartawan sambil kuliah di IAIN Raden Fatah Palembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar