AIRSUGIHAN--Meski beberapa kali sudah dilakukan pertemuan mediasi antara warga desa dengan pihak pemerintah desa, Kecamatan, Kabupaten dan unsur-unsur terkait, warga Airsugihan jalur 23 Desa Tepungsari, Tirtamulya, Margatani dan Nusantara, tetap ngotot menginginkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT Saml) di Airsugihan. Masyarakat meyakini bahwa lahan tersebut bisa diperjuangkan untuk disertifikatkan dan menjadi hak milik warga.
Kata-kata berjuang ini selalu
dikomandangkan setiap kali pertemuan antara kelompok tani atau anggota forum
tani Tepungsari, Margatani, Tirtamulya dan warga tani Nusantara. Seperti pada
pertemuan halal bi halal yang digelar di desa Tepungsari, Selasa (22/7) pukul
19.00. Halal bi halal yang dihadiri anggota DPR, Budiman, penceramah ustadz
Zaenal alias Djejen, Abah Abdul Aziz, dan Kyai Abu Ahmad ini,
mengetengahkan pentingnya persatuan untuk berjuang. Pada pertemuan halal bi
halal ini juga dibungkus dengan pernyataan politik Budiman atas nama Partai
Amanat Nasional.
Dalam ceramah agama yang disampaikan tiga
penceramah itu, mengaitkan perjuangan orang-orang terdahulu untuk mencapai
cita-cita mulia. Bila sudah berjuang, jangan sampai mundur. Hanya semangat dan
bersatu yang bisa memenangkan perjuangan.
Ustadz Djejen menggambarkan sebuah
perjuangan yang dilakukan orang terdahulu, ada salah satu pasukan berangkat
berjuang disuatu pulau. Ratusan pasukan menyeberangi lautan dengan sebuah kapal
besar. Setelah sampai pulau, seluruh pasukan turun tidak ada yang tinggal di
kapal. Kemudian kapal itu dibakar. ‘’ Kapal sudah terbakar, kita tidak bisa
lagi mundur atau kembali menyeberangi lautan. Tidak ada pilihan lain, kecuali
harus berbuat dan maju berjuang ,’’ kata Ustadz Djejen yang dibarengi pekik
semangat warga; ‘’Maju terus..!’’
Tak kalah semangat, anggota DPR,
Budiman, juga berapi-api mengajak warga untuk tidak kendor semangatnya. Karena
apa yang sedang diperjuangkan itu merupakan hak warga. ‘’Perjuangan kita belum
selesai. Kita tidak boleh ragu dan mundur dari perjuangan, meskipun ada orang-orang
yang mencoba menggembosi semangat kita. Saya juga akan selalu menyampaikan
masalah ini saat rapat-rapat paripurna di DPR. Dan itu sudah pernah saya sampaikan
pada pandangan umum fraksi Partai Amanat Nasional,’’ kata Budiman berapi-api.
Budiman juga mengkritik kebijakan
yang dikeluarkan wakil Bupati Ogan Komering Ilir. Mengkritik tatanan yang
dinilai sudah bobrok. ‘’Dalam pandangan
umum fraksi Partai Amanat Nasional, sudah saya sampaikan bahwa persoalan konflik
lahan harus segera diselesaikan, terutama di desa Tepungsari, Tirtamulya,
Margatani dan Nusantara. Meskipun Partai Amanat Nasional adalah partai
pengusung Bupati dan wakil Bupati di Kabupaten OKI, tapi hari ini Partai Amanat
Nasional dengan tegas mengkritik kebijakan yang dikeluarkan wakil Bupati Ogan
Komering Ilir. Kita mengkritik bukan karena benci pemerintahan, tapi kita
mengajak pemerintahan hari ini untuk membenahi tatanan yang selama ini sudah
bobrok, tatanan yang selama ini sudah amburadul, yang tidak sesuai dengan
semangat kemerdekaan,’’ tegas Budiman yang disambut tepuk tangan warga.
Budiman tidak menjelaskan apakah
saat rapat paripurna itu disetujui atau
tidak. Saat rapat itu pendapatnya dibenarkan para anggota DPR fraksi partai
Amanat Nasional atau tidak, terutama komisi I dan II. Yang jelas Budiman merasa
perlu memberikan semangat untuk berjuang kepada warga meski tidak jelas sampai
kapan? Dasar hukumnya apa? Mudah-mudahan ini tidak dijadikan komoditi politik
karena merasa warga Tepungsari telah menyumbangkan suaranya menuju kursi DPR.
Sementara semangat perjuangan yang
disampaikan ustadz Djejen, Abah Abdul
Aziz, dan Kyai Abu Ahmad juga mendapat sambutan meriah. Setiap perjuangan
harus didasari semangat kebersamaan untuk mencapai cita-cita. Karena topic yang
diketengahkan ini mengenai perjuangan, semua menjadi terkait dan menjadi
pembenaran.
Tetapi perjuangan disini tentu beda
konteknya dengan masalah yang dihadapi warga trans, terutama desa Tepungsari
mengenai lahan HGU yang disengketan untuk diperjuangkan. Karena lahan HGU ini sudah
melalui proses panjang, antara lain melalui surat izin Gubernur, Bupati, camat,
kepala desa, dan melakukan risalah tim survey dari beberapa kepala bidang
pertanahan nasional, kehutanan dan pertanian.
Kelompok tani yang bermasalah ini
mayoritas ada di pinggir jalur yang berbatasan langsung dengan lahan PT Saml,
meski desa lain juga berbatasan tapi tidak mempermasalahkan. Sejumlah desa yang
berbatasan langsung antara lain jalur 23 blok A dan sebagian warga blok B,
jalur 25 Blok A, dan jalur 27 blok A. Sementara jalur 23 Blok C,
jalur 25 Blok C dan jalur 27 blok Y, hampir tidak bermasalah dengan lahan
perbatasan. Mereka umumnya memahami hak petani yang diberikan pemerintah, yaitu
lahan usaha I seluas 1 hektar, lahan usaha II seluas 1 hektar dan lahan pekarangan
tempat tinggal seluas 50 meter persegi.
Namun dalam pengembangan
selanjutnya, terutama pecahan kepala keluarga (KK), disediakan lahan cadangan
yang terletak diperbatasan antara Blok ke blok atau desa ke desa lain.
Sedangkan tanah PU, selama ini bisa digarap, namun sifatnya numpang tidak boleh
diperjualbelikan. Kalau saja dibangun rumah, tidak boleh membangun rumah batu
atau permanen, karena suatu saat bisa dibongkar untuk pembangunan pelebaran
jalan atau pengerukan sungai yang dangkal.
Sengketa lahan yang diklim warga
tani Tepungsari, Margatani, Tirtamulya dan Nusantara ini tampaknya tak pernah
berujung. Selalu bergesekan dengan pihak PT, bahkan warga yang bekerja di PT
selalu was-was terhadap kelompok yang mengatasnamakan warga tani. Seperti
kediaman Eka, salah satu warga Tepungsari yang bekerja di PT Saml, rumahnya
dihancurkan warga, kaca-kaca dipecah dan gentengnya dilempari. Karena Eka
ini salah satu anggota pencak silat Persaudaraan Sehati Teratai (PSHT), kontan
sekitar 500 anggota SH nggeruduk ke desa Tepungsari untuk meminta
pertanggungjawaban warga yang merusak kediaman Eka. Perjanjian damai pun
disepakati akhirnya rumah Eka diperbaiki kembali.
Beberapa warga lain yang tidak ikut
demo juga mendapat sanksi sosial, rumahnya dilempari telur busuk dan dikucilkan
dari pergaulan masyarakat. Tak hanya itu, Buang (50) salah satu warga yang
bekerja sebagai penjaga lahan di PT Saml, juga disatroni sejumlah warga tani
dan diusir secara paksa dengan cara mengobrak-abrik tanaman dengan sebilah
parang terhunus. Meja dan tiang pondok dibacok-bacok warga. Karena merasa
terancam, Buang dan keluarganya memilih menyerah dengan cara hengkang meninggalkan
warga yang mengusirnya.
Permasalahan yang tak pernah
berujung ini akan berimbas kepada gesekan-gesekan sosial masyarakat. Kondisi
seperti ini bisa memicu konflik lebih besar bila tidak cepat ditanggulangi.
Masyarakat harus diberi pemahaman yang serius. Tidak hanya mediasi-mediasi
antar kelompok yang laporan mediasi ke tingkat bawah selalu tidak klop dengan
hasil mediasi. Apa yang dikatakan saat pertemuan dengan pemerintah kabupaten berbeda
penyampaiannya kepada anggota kelompok tani ditingkat bawah. Setiap usai
pertemuan, disampaikan kepada warga bahwa hasil pertemuan sudah 80 persen
selesai. Artinya warga merasa mendapat angin segar dan bersemangat untuk terus
berjuang. Akhirnya dari pendapat yang simpang siur itu semakin memperparah
keadaan. Ditambah lagi dengan provokasi oknum-oknum tertentu untuk komoditas
politik. Warga semakin menderita dengan ketidakjelasan apa yang sedang
diperjuangkan. Mereka menjadi pelengkap penderita dan dijadikan sapi
perahan.
Sama halnya seperti pidato politik
gubernur saat kampanye beberapa tahun lalu, ketika gubernur mengatakan siap
membantu warga bila lahan warga yang syah dan bersertifikat diserobot PT,
pihaknya siap maju paling depan. Belum selesai gubernur berorasi, warga spontan
bersorak sorai dan memekik setuju! Padahal apa yang disampaikan gubernur itu
normatif, tentu saja PT tidak akan menyerobot lahan yang syah dan
bersertifikat. Sebab lahan yang syah dan bersertifikat milik warga transmigrasi
itu adalah lahan usaha I dan lahan usaha II, sedangkan PT yang mengantongi
surat HGU itu diluar lahan transmigrasi. Hal senada juga pernah disampaikan Bupati
saat kampanye politik, pihaknya juga sama seperti yang dikatakan gubernur, siap
membantu warga bila lahan warga diserobot PT. Yang dimaksud bupati itu tentu
lahan syah milik warga, bukan lahan tidur yang sudah masuk peta wilayah HGU PT
Saml.
Melihat konflik berkepanjangan itu,
tampaknya anggota DPR dapil Airsugihan, Budiman juga tidak bisa berkutik. Budiman
kehabisan amunisi untuk berargumentasi. Seharusnya masyarakat diberi
pemahaman, bila lahan itu kemungkinan bisa diserahkan ke warga dan bisa
disertifikatkan, tentunya harus memiliki langkah-langkah dasar hukum yang kuat
dan alasan yang jelas. Bila lahan itu sudah menjadi lahan milik PT yang syah
dan sudah mengantongi surat HGU berdasarkan risalah pengolahan data (RPD),
harus dijelaskan kepada masyarakat supaya masyarakat tidak menderita
berlarut-larut. Saat ini saja dengan konflik yang tak pernah berhenti,
masyarakat sudah sangat menderita kerugian moril maupun materiil. Setiap
aktivitas demo, masyarakat harus merogoh kocek iuran untuk demo. Besar iuran
juga bervariasi, setiap anggota iuran mulai
50 ribu sampai 500 ribu, bahkan terakhir terdengar 1 juta meski diantara mereka
ada yang keberatan setiap aktivitas dimintai uang.
Hal itu karena pertanggungjawaban
uang iuran warga dipergunakan untuk apa, juga harus jelas? Isu yang berkembang
dimasyarakat, uang iuran itu untuk mengurus salah satu anggotanya yang ditahan
di polsek OKI, untuk keperluan demo ke kabupaten dan lobi ditingkat pemerintah kabupaten dan
lain-lain. Bila setiap aktivitas selalu narik iuran, tentu masyarakat pada
akhirnya bertanya-tanya,iuran terus tapi hasilnya tidak jelas. Ada beberapa
warga yang sempat mengeluh, tapi tidak tahu harus mengeluh kepada siapa.
Terutama warga yang ekonominya serba pas-pasan. Mereka terpaksa harus jual apa
saja yang bisa dijual, misal itik, ayam, atau jual beras untuk iuran. Sampai
kapan kondisi seperti ini harus bertahan?
Sementara warga desa yang lain
dengan adanya PT merasa terbantu ekonominya. Sebab mereka bisa bekerja tanpa
harus merantau keluar desa seperti tahun-tahun sebelumnya, setelah panen mereka
umumnya merantau ke Bangka, Makarti, Palembang atau kota-kota lain.
‘’Sebenarnya dengan adanya PT, kita
bisa bekerja tanpa harus merantau ke luar desa. Sayangnya yang bekerja di PT
justru banyak dari desa yang jauh, misal dari jalur 29, jalur 27 bahkan ada
yang dari luar airsugihan, misal dari Bangka dan lain-lain. Warga kita sendiri
sangat sedikit yang bekerja di PT. Ini sangat disayangkan. Ketika di depan mata
ada peluang pekerjaan,tidak kita ambil,’’ ujar salah satu warga yang bekerja di
lahan PT Saml. (*)
PT SAML Sudah Kantongi HGU Sejak 2009
* Menyedot ribuan tenaga kerja lokal Airsugihan
Bila PT Selatan Agro Makmur Lestari
(PT SAML) tidak mengantongi surat ijin Hak Guna Usaha (HGU), tentu PT Saml
sudah digelandang pemerintah ke meja hijau. Artinya PT Saml nyerobot lahan
warga secara ilegal. Tetapi PT Saml ini secara resmi telah mengantongi surat
HGU No.148/HGU/BPN.RI/2009, pada tanggal 19 Oktober 2009 dengan total luas
lahan 8.612.5 hektar di desa Bukit Batu, Rengas Abang, Pangkalan Damai,
Nusantara, Margatani, Tirta Mulya, Suka Mulya, Jadi Mulya, Kecamatan
Airsugihan, Kabupaten OKI.
Penerbitan HGU sudah melalui
risalah panitia pemeriksa tanah "B" tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009.
Sedangkan ijin awal adalah ijin lokasi seluas kurang lebih 42.000 hektar 31
Desember 2005, tetapi hanya seluas 8.612.5 hektar yang bisa menjadi HGU karena
sudah ada desa dan kebun masyarakat. Sehingga harus dikeluarkan. HGU yang
dimaksud adalah lahan yang memang masih kosong dan diatasnya tidak ada hak atas
tanah lainnya. Lahan HGU (termasuk di desa Tirta Mulya dan Nusantara) di luar
lahan transmigrasi yaitu lahan usaha 1 dan atau Lahan Usaha 2.
‘’Jadi PT Saml tidak ada istilah
nyerobot lahan yang syah yang menjadi milik warga transmigrasi. Semua sudah ada
risalah panitia pemeriksa tanah B. Warga trans sudah ada jatah lahan usaha I
dan lahan usaha II. Tentu lahan tersebut tidak ada yang diserobot. Lahan yang
dipakai PT adalah lahan kosong yang selama ini menjadi lahan tidur. Sehingga
bisa difungsikan menjadi lahan produksi,’’ kata Janto Chandra, GM PT Saml,
sembari menuturkan bahwa PT Saml sudah menyedot ribuan tenaga kerja lokal di
Airsugihan. Artinya PT Saml turut membantu pemerintah menyediakan lapangan
pekerjaan.
Sementara Budiman, anggota DPR
dapil Airsugihan dari partai PAN, saat dibincangi Sumeks Minggu usai halal bi
halal dengan warga Tepungsari, Selasa (22/7) mengatakan bahwa PT Saml memang
sudah mengantongi ijin HGU sejak 2009. Bukan berarti HGU itu tidak syah, tapi Budiman
mempertanyakan ijin usahanya.
‘’Yang kita pertanyakan Siup
Situnya (Surat Ijin Usaha Perdagangan dan Surat Ijin Tempat Usaha). Bagaimana
analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) dan alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan perkebunan. Ini yang kita pertanyakan,’’ kata Budiman.
Kalau yang dipertanyakan mengenai
Siup, Situ dan amdal, tentu ini akan menjadi blunder dan berputar-putar jauh
panggang dari yang diinginkan warga, yaitu membebaskan lahan tersebut menjadi
lahan milik warga. Ini tentu tidak sepahaman dengan keinginan warga, karena
urusan SIUP dan SITU itu ranahnya pemerintah, bukan urusannya DPR. Bila
urusannya hanya berputar-putar tanpa dasar hukum jelas, tentu warga akan sangat
merugi, terutama buang-buang waktu, tenaga dan biaya. Ujung-ujungnya sesama
warga saling curiga-mencurigai, terutama tidak mempercayai aparat pemerintah,
mulai kepala desa maupun pemerintah tingkat kecamatan dan Kabupaten. Tak hanya
itu, sesama keluarga bisa pecah, sesama tetangga tidak saling tegur sapa.
Saat ini saja kepala desa sudah
tidak dibutuhkan lagi. Ada kepala desa merasa tidak punya kepala desa. Apapun
yang dikatakan kepala desa dinilai tidak pro rakyat. Akhirnya komunikasi warga
dan kepala desa sempat terputus dan berseberangan. Kondisi seperti ini tentu
sangat memprihatinkan. Wakil rakyat di DPR harus arif memberikan pemahaman
kepada warganya agar situasi kondusif. Bila lahan tersebut memang sudah menjadi
lahan resmi sesuai HGU, masyarakat juga harus diberi pengertian. Bila Lahan itu
ilegal, wakil rakyat harus bisa memperjuangakan secara benar dengan bukti-bukti
bisa dipertanggungjawabkan. Namun bila memperjuangkan hak tetapi tidak memiliki
dasar-dasar hukum yang jelas, yang dibuktikan dengan surat tanah atau
sertifikat tanah, tentu ini tak ubahnya
komoditas politik belaka dan warga hanya dijadikan bulan-bulanan.
Suyono: Saya Berjuang Untuk Anak Cucu
Suyono (kanan) ketua kelompok tani dan Mustaqin
Suyono, Ketua kelompok tani
Tepungsari, yang mendapat angin segar dari wakil rakyat itu, merasa yakin,
Budiman berada dipihak warga. ‘’Saya tahu persis siapa Budiman. Tidak mungkin
Budiman akan melupakan kami. Berjuang itu kan tidak ada batas waktunya. Kita
tetap akan berjuang,’’ ujar Suyono, yang ditemui Sumeks Minggu dikediaman
Mustaqin, yang juga pengurus kelompok tani.
‘’Kita tidak muluk-muluk, Mas. Kita ini
petani, ya cuma satu harapan kita, yaitu bisa menggarap lahan itu (lahan yang
masuk HGU—red). Cuma itu saja,’’ tegas Suyono.
Suyono menggambarkan bagaimana ke depan anak
cucu sangat kekurangan lahan garapan. Apapun yang saat ini diperjuangkan, tak
lain untuk kesejahteraan anak cucu. Jadi perjuangan yang dilakukan Suyono,
adalah berjuang untuk mendapatkan lahan, tanpa harus berpikir rumit mengenai
status lahan tersebut HGU atau tidak. Yang jelas, sebelum tanaman sawit yang
ditanam pihak PT itu ditanam dilahan garapan petani, warga tani sebagian sudah
ada yang menggarap lahan tersebut.
Mengenai status kepemilikan, Suyono
tidak berpikir sejauh itu. Yang dia tahu, saat pertama kali ditempatkan di
lahan trans, bahwa lahan kosong itu nantinya untuk pengembangan pecahan Kepala
Keluarga (KK). Sehingga sebagian warga yang sanggup menggarap lahan hutan,
mereka sebagian menggarap, namun sebagian lagi merasa tidak sanggup karena
lahan Usaha I dan Lahan Usaha II sudah cukup melelahkan. Namun dengan kemajuan
pertanian yang mendekati teknologi modern, masyarakat sudah sangat gampang menggarap
lahannya. Kalau dulu satu hektar bisa dikerjakan berbulan-bulan, saat ini cukup
sehari saja selesai, karena sudah ada teknologi racun rumput dan traktor.
Sehingga warga merasa kekurangan lahan.
‘’Coba bayangkan, Mas. Bila satu
kepala keluarga punya anak 5. Kelima anak tersebut beranak lagi masing-masing 2
sampai 4, berapa penambahan penduduk di desa ini? Tentu sangat kekurangan lahan
garapan. Nah lahan yang dijadikan PT itu kan mestinya menjadi lahan untuk
pecahan KK. Ya untuk anak cucu kita. Jadi seperti saya tegaskan, saya tidak
muluk-muluk, sederhana saja, cuma pingin menggarap lahan itu dan menjadi lahan
milik warga. Itu saja,’’ kata Suyono.
Disinggung mengenai mediasi yang
selama ini dilakukan, baik ditingkat kades, kecamatan dan kabupaten, menurut
suyono, itu bukan mediasi. ‘’Belum ada mediasi. Mediasi itu terjadi bila ada
perwakilan dari semua pihak. Kalau cuma aparat kecamatan, itu bukan mediasi.
Jadi belum ada mediasi bagi kami,’’ ungkap Suyono.
Hal senada dikatakan Mustaqin, yang
sehari-hari sebagai partnernya Suyono dalam hal mobilisasi warga. ‘’Saya rasa
sama seperti yang dikatakan Pak Yono, Mas. Kita nggak muluk-muluk, kita cuma
pingin menggarap lahan itu. Gak ada yang lain,’’ timpal Mustaqim.
Mengenai ada kabar kesepakatan
pimpinan kelompok dengan pihak PT. Saml, Mustaqim dan Suyono balik bertanya,
‘’Ada kesepakatan apa, Mas. Belum ada kesepakatan apa-apa. Kalau saja ada pertemuan,
itu sifatnya hanyalah mendengarkan sepihak. Belum ada kesepakatan apa-apa.
Belum ada mediasi yang berarti. Kami-kami ini masih terus berjuang tanpa
henti,’’ tandas Mustaqim. (*)
------------------------------------------------------------------------------
*Buang, Pejaga Lahan Yang Jadi Korban Amuk Massa
‘’Saya Cuma Mencari Nafkah’’
Buang (50), penjaga Lahan PT Saml yang tinggal di pondok pinggir sungai, tidak menyangka disatroni ratusan warga dari desa Tepungsari. Ratusan warga itu terlihat marah dan mengusir dari lahan yang dia jaga. Sebagai seorang bapak yang saat itu tinggal bersama anak dan istrinya, memilih menyerah dengan jalan hengkang dari tempat penjagaannya. Buang tidak mau ambil resiko didepan istri dan anak-anaknya.
Buang dan keluarganya ketika di pondok
tempatnya bekerja
‘’Saya memilih menyerah dan pergi
dari pondok yang saya tempati. Saya disini kan Cuma bekerja. Saya mencari
nafkah untuk anak istri. Kalau saya tidak bekerja, bagaimana saya bisa memberi
makan anak istri? Jadi jangan salahkan saya karena saya bekerja baik-baik dan
disinilah tempat saya mencari nafkah. Kalau saya tidak bekerja, siapa yang
menjamin ekonomi keluarga saya?’’ kata Buang saat ditemui Sumeks Minggu
dipondoknya seminggu setelah pengusiran terjadi.
Dibeberapa tempat terlihat bekas bacokan
benda tajam. Tanaman yang ditanam dipekarangan berupa jagung dan sayur-sayuran
ditebas. Meja yang berada di depan pondok tempat Buang ngopi dikala sedang
menjaga, juga terlihat bekas bacokan. Bahkan topi Buang terbelah dibacok. Topi
tersebut yang dijadikan barang bukti pihak berwajib.
‘’Selama ini saya sudah mengalah
dan berusaha untuk menyembunyikan hal-hal yang mungkin bisa saya laporkan. Tapi
selama ini saya kan berusaha menutup-nutupi demi kebaikan kita semua. Saya
simpan apa yang terjadi. Saya selalu melaporkan yang baik-baik. Ini yang selama
ini saya lakukan. Saya kenal dengan warga disini, bahkan kenal akrab. Jadi saya
tutupi semuanya,’’ kata Buang.
Setelah terjadi pengroyokan, Buang
tak habis pikir, apa salah dan dosanya bekerja di PT? Pihaknya tidak memiliki
apa-apa. Sebagai seorang petani yang belum beruntung, Buang ingin mengadu nasib
dengan menjadi penjaga Lahan. ‘’Saya bekerja ini bukan untuk mencari kaya.
Cukup untuk makan anak dan istri saja saya sudah sangat bersyukur,’’ ujar
Buang. (*)
Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah ‘’B’’
Nomor: 08/R/P ‘B’/BPN.Prov.SS/26/2009
Panitia ‘B’ sebagaimana dimaksud dalam peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 Tahun 2007 dan Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan tanggal 9 Mei 2008
Nomor 500/1255/26/2008, telah datang di lokasi tanah yang dimohon Hak Guna
Usaha atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari terletak di desa Bukit Batu,
Rengas Abang, Pangkalan Damai, Nusantara, Marga Tani, Tirta Mulya, Sukamulya,
Jadimulya, Kecamatan Airsugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir pada hari Selasa
tanggal 10 Maret 2009, untuk mengadakan pemeriksaan lapangan dan dilanjutkan
dengan pembuatan risalah. Panitia risalah pengolahan data tersebut terdiri dari
10 badan pertanahan, yaitu:
·
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Sumatera Selatan
·
Kepala Bidang Survey Pengukuran dan Pemetaan
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·
Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·
Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·
Kepala Bidang Pengendalian Pertanahan dan
Pemberdayaan Masyarakat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Sumatera Selatan
·
Pejabat/mewakili Bupati Kabupaten Ogan Komering
Ilir
·
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Selatan
·
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan
·
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Komering
Ilir
·
Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Badan Hukum
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
-----------------------------------
Obyek Lahan HGU
·
Surat Gubernur Sumatera Selatan tanggal 14 Juni
2005 Nomor 593/2334/1/2005 tentang rekomendasi arahan lahan atas nama PT
Selatan Agro Makmur Lestari
·
Surat Keputusan Bupati OKI tanggal 30 Desember
2005 Nomor 291/KEP/D.Perke/2005 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan atas
nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·
Surat Keputusan BupatiOgan Komering Ilir tanggal
31 Desember 2005 No. 460/1998/BPN/26-07/2005 tentang Pemberian Izin Lokasi
untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·
Peta Bidang Tanah Tanggal 30 Mei 2008 nomor
42-04.07-2008 NIB 04.07.00.00.00012
·
Surat Keputusan Bupati OKI tanggal 31 Juli 2008
nomor 359/Kep/III/2008 tentang pemberian izin lokasi untuk usaha perkebunan
atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·
Pertimbangan Aspek Penatagunaan Tanah dalam
rangka Pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
tanggal 6 Maret 2009 Nomor 07.a/RPT-PGT/09.
·
Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah ‘’B’’ Provinsi
Sumatera Selatan tanggal 10 Maret 2009 Nomor 08/R/P’’B’’/BPN PROV.SS/26/2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar