Matinya harimau, satwa liar, yang memangsa korban Atam bin Abdullah (50), warga Sinar Marga Mekakau Ilir, OKU Selatan diperkirakan karena kelaparan. “Saat ditemukan tubuhnya membusuk. Kemungkinan besar kelaparan. Jika dilihat dari tulang dada yang keluar dan kondisi tubuh yang kurus. Bila sehat, maka kondisi badannya bisa seperti kuda,” kata Kapolsek Mekakau Ilir Aipda Herman melalui Kanit Reskrim Briptu Mardi Sinambela, kepada OKU Ekspres (Grup Sumatera Ekspres).
Harimau itu sendiri, setelah ditemukan warga, langsung dibawa ke Mapolsek Mekakau Ilir. Kenapa sampai memangsa manusia? Karena sang raja hutan itu tak lagi memiliki naluri memburu mangsa seperti rusa, kera, babi akibat pergelangan kaki kanan depan harimau putus terjerat sling—perangkap yang biasa digunakan penduduk untuk menangkap rusa atau babi di hutan.
“Untuk memutuskan kaki dari sling tersebut dibutuhkan waktu hingga tujuh hari. Karena itu setelah bebas dari jeratan langsung merasa lapar,” jelas Mardi. Karena kakinya telah pincang dan tidak mendapatkan binatang makanannya harimau tersebut mencari mangsa lain seperti manusia dengan cara menghadang.
Ada cerita menarik sehari sebelum peristiwa mengerikan yang menimpa korban Atam. Seorang tukang ojek yang melintas di jalan tersebut hampir menjadi korban keganasan sang harimau. ”Tukang ojek tersebut nyaris menjadi korban. Begitu mendengar
auman suara harimau, tukang ojek tersebut langsung lari.”
“Setelah memangsa Atam, diperkirakan harimau tersebut kesulitan mencari mangsa lain. Para penduduk sudah takut ke kebun, akibatnya harimau pun mati kelaparan,” jelas Mardi.
ga hilang ikut dipotong. ”Karena sudah membusuk dan dipenuhi belatung sehingga harimau tersebut sudah kita kuburkan,” kata Mardi.
Mardi sendiri sudah tidak heran adanya harimau yang “turun gunung” mencari mangsa. Perihal pengaduan seperti ini sudah sering masuk ke pihaknya, tetapi pengaduan tersebut sebatas harimau memakan binatang ternak piaraan penduduk seperti kambing. Terganggunya habitat harimau di Hutan Lindung Pematanggung, Kecamatan Buay Sandang Aji, salah satu penyebabnya. Sebagian besar hutan tersebut telah menjadi lahan pertanian dan pemukiman penduduk.
erlihat warga turun gunung,” ungkap Mardi.
Bahkan tiga desa di wilayahnya masuk ke kawasan hutan lindung yakni Desa Selabung Belimbing, Desa Kota Baru, dan Sinar Marga. Untuk itu, pihaknya terus berupaya mengadakan penyuluhan kepada para penduduk agar tidak merambah hutan lagi. ”Kita setiap satu bulan sekali melakukan pertemuan kepada para kades yang intinya agar para penduduk tidak merambah hutan lagi,” tandasnya.(mg1)
Jumlahnya sekitar 400 Ekor
Daya Jelajah 100 km
Fenomena munculnya satwa-satwa liar masuk ke area pemukiman penduduk, seperti keganasan harimau Sumatera di Mekakau Ilir, Muara Dua, OKU Selatan yang mencabik-cabik Atam bin Abdullah (50) hingga tewas, dianggap bukan hanya suatu kebetulan. Menurut Kepala Urusan Perlindungan Hutan (Kaur Linhut) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel ada banyak faktor yang mengakibatkan satwa langka yang dilindungi itu keluar dari habitatnya.”Salah satunya kerusak
an habitat satwa yang dilindun gi. Ini bisa karena ulah manusia itu sendiri. Di antaranya penebangan hutan se cara serampangan,” kat a Edi Sopian Ssos kepada Sumatera Ekspres kemarin.
Alasan lain harimau Sumatera (phantera tigris sumatrae) memperluas wilayah jelajahnya masuk ke pemukiman adalah akibat menipisnya makanan di dalam hutan.”Makanannya kan sepeti babi, kijang, danhewan lainnya. Karena manusia juga sering memburu binatang tersebut, otomatis makananharimau semakin tipis juga.’’
Berdasarkan hasil penelitian pemerhati satwa di Indonesia disebutkan bahwa batas wilayah jelajah seekor harimau jantan dewasa sejarak lebih kurang 100 kilometer bujur sangkar. ”Sesuai dengan sifat harimau yang territorial habit atau tak menginginkan adanya dua pemimpin dalam satu wilayah jelajah mengharuskan salah satu harimau jantan yang kalah bersaing harus menyingkir dan mencari wilayah yang baru. Selain memang sifat liar dan buas yang melekat,” ucap Edi.
Makanya,Edi mengimbau kepada masyarakat terutama yang berada dekat dengan hutan konservasi yang mengalami konflik dengan satwa liar, perlu menginformasikan kepada Seksi Konservasi Wilayah (SKW) sebagai perpanjangan tangan dari BKSDA. ”Jadi seharusnya warga melaporkannya kepada Seksi Konservasi,” jelasnya.
Satwa ini sendiri diperdagangkan dalam bentuk utuh ataupun terpisah-pisah per bagian seperti cakar, gigi taring, misai/kumis, kulit atau pun tulang. Spesies langka itu dewasa ini diperkirakan kurang dari 400 ekor dan tersebar di Provinsi NAD, Sumbar, Jambi, Bengkulu dan Lampung, seperti di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit 12, Bukit 30, Taman Nasional Wai Kambas, Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Bukit Barisan Selatan.(22)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar