05 Oktober 2008

Desa Yang Santun dan damai

Desa Yang Santun dan damai

*Kuda Lumping Disiang Bolong

Kesempatan mudik di desa Sukamulya, jalur 23, Kecamatan Airsugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), benar-benar terasa nikmat. Kampung petani, agamis, santun dan damai, merupakan dambaan kita semua. Pada mudik lebaran ini, kami bertemu sanak keluarga, handai taulan, teman lama, dan tak kalah menarik, kami dihibur kesenian tradisional kuda lumping.

Ingat kuda lumping, ingat juga Reog, kesenian tradisional Indonesia yang disinyalir beberapa waktu lalu, diakui pihak masyarakat Johor di Malaysia, kuda lumping juga sempat diakuinya. Kesenian yang tumbuh berkembang di seantero Indonesia ini, merupakan kesenian murah meriah dan sangat menghibur. Kuda lumping merupakan tarian yang menggunakan kuda-kudaan, terbuat dari anyaman bamboo, bisa juga disebut kuda kepang. Kepang berarti juga anyaman. Bambu yang dikepang atau dianyam menyerupai kuda.

Bentuk tariannya diawali dengan bunyi gamelan yang terdiri dari kendang, knong, kempol, gong dan terompet. Para penari kuda lumping terdiri dari laki-laki dan perempuan, tapi belakangan lebih didominasi kaum lelaki.

Bunyi sebuah cambuk yang terdengar keras, sengaja dicambukkan ke arah penari agar terkesan atraktif. Cambukan ini juga menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si-pemain.

Formasi tarian yang tadinya teratur, lama kelamaan menjadi tidak berpola dan berjingkrak-jingkrak. Ini menandakan tarian kuda lumping sudah mulai kerasukan kekuatan magis. Dengan gerakan tak beraturan dan kejang-kejang, inilah puncak atraksi kuda lumping yang sangat ditunggu-tunggu penonton. Mereka melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya.

Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.

Jika dilihat dari keseluruhan permainan kuda lumping, bunyi cambuk yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap cambukan yang dilakukan oleh sipenunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya.

Tidak ada komentar: