24 November 2008

MK Menangkan Ismed

MKMenangkan Ismed


Eti Gustina SH (kuasa Penggugat-Kandaku), Alamsyah Hanafiah SH (kuasa Tergugat-KPUD OKI), dan Dindin Suudin SH (kuasa Pihak Ismed).jpg


JAKARTA- Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memenangkan pasangan Ishak Mekki-Engga Dewata (Ismed) menjadi Bupati dan Wakil Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, periode 2008-2013. Keputusan itu terkait gugatan pasangan Iskandar SE-Kukuh Pudiyarto (Kandaku) dalam perkara No:29/PHPU.D-VI/2008 yang keberatan terhadap rekapitulasi hasil penghitungan suara oleh KPUD OKI, yang memenangkan pasangan Ismed.


Keputusan itu diambil setelah majelis hakim MK menyelenggarakan sidang sebanyak empat kali sejak sidang perdana sengketa Pemilukada OKI pada 10 Nopember lalu. Sembilan hakim MK yang memutus perkara itu ialah Moh Mahfud MD (ketua MK), Jimly Asshiddiqie, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Maruarar Siahaan, Maria Farida Indrati, HM Muktie Fadjar, HM Arsyad Sanusi, dan HM Akil Mochtar, dengan panitera pengganti Ida Ria Tambunan.


Sementara dari pihak penggugat/pemohon (Kandaku) diwakili kuasanya, Eti Gustina SH, Aprili Firdaus SH, dan Yusmarwati SH dkk. Lalu dari pihak tergugat/termohon hadir ketua KPUD OKI Haison Hawer dan kuasanya Alamsyah Hanafiah SH dkk. Hadir pula dari pihak terkait/pasangan bupati terpilih (Ismed) yang diwakili kuasanya Dindin Suudin SH dan Suharyono SH.


Hakim ketua Mahfud MD membacakan kesimpulan majelis di ruang sidang Pleno gedung MK RI, Jl Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat, Senin (24/11). ”Berdasarkan seluruh pertimbangan fakta dan hukum, Mahkamah berkesimpulan bahwa (1) eksepsi termohon tidak beralasan sehingga harus ditolak, (2) permohonan keberatan pemohon terhadap hasil perhitungan pemilukada kabupaten OKI yang ditetapkan oleh termohon tidak cukup beralasan sehingga permohonan harus ditolak,” tegas Mahfud.


Lalu, dalam amar putusannya, pengganti Jimly Assiddiqie itu melirik beberapa peraturan. Pasal-pasal dimaksud ialah mengingat pasal-pasal UUD RI 1945, UU No 24/2003 tentang MK, UU No 4/2004 tentang Kekuasaan KPU, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 12/2008 tentag perubahan kedua terhadap UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.


”Mengadili, dalam eksepsi; menyatakan eksepsi termohon ditolak. Dalam pokok perkara; menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” bebernya.


Sebelum ketua MK itu membacakan putusan, hakim anggota HM Mukthie Fadjar SH menyebutkan pendapat hakim atas gugatan pemohon dan jawaban termohon. Menurut hakim, dari saksi-saksi yang diajukan pemohon bahwa saksi-saksi tersebut bukanlah saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri proses penghitungan suara di setiap jenjang pemilukada, TPS, PPK, hingga KPU Kabupaten OKI.


”Karena kesaksian mereka (9 dari 10 saksi yang memberikan keterangan di MK, red) hanya terkait adanya dugaan berbagai pelanggaran dalam tahapan-tahapan Pemilukada di kabupaten OKI. Oleh karena itu, kesaksiannya tidak dapat membuktikan adanya kesalahan penghitungan suara oleh termohon,” cetusnya.


Menurut hakim, penghitungan suara oleh pemohon justru menunjukkan adanya keanehan yaitu hilangnya 97.981 suara sah yang tidak jelas dan tidak mendasar dari KPU Kabupaten OKI. Kendati demikian, majelis hakim MK tetap menegur keras KPUD OKI selaku penyelenggara Pemilukada dan Panwaslu agar menyelenggarakan Pemilukada lebih baik lagi ke depan.


Teguran keras itu diduga terkait antara lain adanya kesaksian bahwa ketua KPU membawa kotak suara ke RSUD Kayu Agung yang bukan lokasi TPS, dugaan moneypolitic, pengakuan saksi yang mencoblos lebih dari satu kali, dan ada pemilih yang tak bisa menggunakan haknya karena tak mendapat surat suara.


”Bahwa terlepas berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap hasil penghitungan Pemilukada Kabupaten OKI, akan tetapi dari bukti-bukti surat dan keterangan saksi dari pemohon yang menunjukkan terjadinya berbagai distorsi dan penyimpanngan dalam tahapan pemilukada di Kabupaten OKI hendaknya menjadi perhatian KPU sebagai penyelenggara pemilu dan panwaslu, agar yang demikian tidak terulang lagi dimasa datang, sebab kalau tidak akan mencederai proses demokratisasi politik yang dibangun melalui pemilihan umum,” tegur majelis dibacakan di persidangan.(05)

Tidak ada komentar: