11 Agustus 2015

Airsugihan Itu Seksi,





Tas Sekolah Saya Berisi Buku dan Beras


Dimuat KOLOM MINGGU, edisi tgl 8-8-2015 Sumeks Minggu

Oleh T Junaidi

Setiap tahun, terutama momen lebaran, saya selalu mudik ke Airsugihan,  daerah transmigrasi yang membesarkan saya sejak dibukanya wilayah itu pada tahun 1982. Airsugihan dibagi menjadi dua, Airsugihan kiri dan Airsugihan kanan. Airsugihan kiri masuk wilayah kabupaten Banyuasin, sedangkan Airsugihan kanan masuk wilayah Ogan Komering Ilir (OKI). Keduanya sama-sama daerah gambut pasang surut dan saya di wilayah Airsugihan kanan, OKI.
Membicarakan Airsugihan, tentu teringat era 1990-an,  Airsugihan begitu tersohor sampai seantero dunia bukan karena daerahnya yang hijau dikepung hutan, tapi  karena kelaparan hingga merenggut jiwa warga. Berita itu begitu heboh sampai masuk berita internasional reuter. Koran paling berpengaruh di Jakarta memblock up berita tersebut hingga Menteri dalam negeri (saat itu Rudini) mencak-mencak. Gubernur kena semprot habis-habisan. Pemimpin redaksi kena bentak. Berita yang siap diterbitkan besok, malamnya kena breidel Gubernur.
            Sebuah tamparan hebat dimuka presiden Soeharto saat itu, bagaimana tidak, disaat Soeharto harus menerima penghargaan swasembada pangan, disisi lain warga transmigrasi meninggal dunia akibat kelaparan. Sebuah berita kontradiktif. Swasemada pangan, tapi warga transmigrasi makan umbut pisang. Nasib Airsugihan tampaknya memang harus begitu. Harus ada cerita sedikit tragis dan mengharu-biru.  Istilah orang jawa telah datang musim pageblok, setiap jam ada orang meninggal dunia.
Sebagai anak petani, saya benar-benar merasakan masa-masa sulit di Airsugihan. Lahan pertanian cukup lama menjadi lahan tidur karena susah ditanami. Para petani selalu gagal panen. Jangankan tanaman padi tumbuh hingga berkembang, seminggu ditanam, seminggu kemudian mati akibat kadar garam terlalu tinggi naik ke areal persawahan. Pada musim berikutnya, tanaman siap panen, seminggu kemudian ludes diserang hama tikus. Habis tanaman padi, tanaman singkong dan ubi rambat, juga menjadi sasaran hama tikus dan babi hutan. Masyarakat belum menikmati panen padi dan singkong, musim kemarau panjang datang, air bersih sulit didapat. Masyarakat banyak memburu air minum di hutan-hutan. Itu pun bukan air tawar, tapi air payau, sedikit asin dan masam. Maka lengkaplah, penderitaan warga Airsugihan saat itu, paceklik dan kelaparan.
            Setiap tahun mudik, setiap tahun juga saya selalu memperoleh kabar kemajuan tentang Airsugihan. Lahan Airsugihan tidak seperti masa kecil saya dulu, yang tidak laku dijual. Menjadi anak petani Airsugihan benar-benar tersiksa. Mau sekolah harus memikirkan perut keroncongan. Pergi ke sekolah tidak seperti jaman sekarang, motornya bagus-bagus. Dulu saya pakai sepeda onthel saja rodanya harus dibalut ban karet karena meletus, tapi dipaksa dipakai yang penting roda masih bisa berputar.
            Setelah sampai sekolah, pikirannya bukan pelajaran apa, tapi mau cari gelidikan (kerjaan) apa? Airsugihan tidak ada lapangan pekerjaan lain kecuali terbas lahan. Anak-anak usia SD, SMP dulu pikirannya sudah seperti orang tua. Untuk membayar sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP), harus mencari kerjaan, karena kita sadar orang tua tidak punya duit. Setelah dapat duit hasil kerja terbas lahan, bisa bayar SPP dan menyisihkan beli beras untuk makan adik-adik di rumah. Jadi pulang sekolah isi tasnya adalah buku dan beras.
            Kini Airsugihan sudah seperti emas yang tertimbun di tengah hutan. Seperti mutiara yang berkilau dikubangan lumpur sawah. Saya terbengong mendengar kabar menggarap lahan itu cuma butuh waktu 2 atau 3 hari saja. Sementara masa kecil saya, menggarap lahan sehektar, butuh waktu hampir sebulan, mulai terbas rumput sampai mencangkul dan meratakan lahan. Kini petani Airsugihan tidak butuh waktu lama menggarap lahan. Petani sudah mendekati modern. Tidak terlalu butuh cangkul dan parang, cukup racun rumput dan traktor. Dulu menggarap lahan 2 hektar cukup berat, kini 10 hektar enteng. Wajar lahan di Airsugihan kini terlihat makin seksi dan diperebutkan.
Kabar sengketa lahan itupun terjadi di zaman sekarang, dulu tidak ada sengketa lahan. Dikasih Cuma-Cuma seluas 2 hektar saja ditolak karena takut tidak bisa menggarapnya. Tapi kini, sudah punya 2 hektar, ingin 4 hektar, sudah punya 4 hektar ingin punya 10 hektar. Berapapun luasnya, masyarakat mengaku masih kurang. Bukan kurang tenaga, tapi kurang lahan garapan. Dan yang paling rawan sengketa lahan adalah lahan perbatasan antara lahan warga dengan lahan yang masuk peta wilayah HGU. Wilayah perbatasan ini biasanya ada yang disisakan beberapa hektar, ada juga yang langsung berbatasan dengan lahan warga.
Sedangkan perbatasan yang disisakan beberapa hektar, dengan maksud agar warga setempat bisa mengelola untuk ditanami palawija atau padi dan turut menjaga Lahan PT. Tapi oleh oknum-oknum tertentu, atau yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan, lahan itu dikuasainya. Warga kalau mau menggarap harus menandatangani pernyataan menggarap lahan milik organisasi masyarakat. Cara akal-akalan inilah yang terkadang menyulut perselisihan antar warga yang menggarap lahan tersebut dengan organisasi. Belum lagi ketika lahan tersebut diperjualbelikan, akhirnya menjadi masalah yang panjang dan tidak ada titik temu, karena semua tidak memiliki dasar hukum kepemilikan hak atas tanah atau sertifikat tanah. Masyarakat boleh menggarap lahan, tapi sifatnya numpang.
            Airsugihan kini benar-benar seksi. Menjadi anak Airsugihan sudah bisa bangga, tidak lagi minder disebut-sebut wong jalur. Dulu saya minder disebut wong jalur, karena yang popular adalah kemiskinan dan kelaparan. Wong pelosok dan sangat udik. Kini sebentar lagi Airsugihan benar-benar menjadi kota mewah ditengah hutan.
Kota yang oleh bangsa asing, adalah surga ditengah hutan. Hal itu setelah berdirinya PT Sebangun Bumi Andalas (SBA) Wood Industries dan telah menerima sertifikasi dari lembaga sertifikasi PT Tuv Rheinland Indonesia. Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) yang merupakan perwujudan dari konsep pembangunan bidang kehutanan yang berkelanjutan.
            Setelah dibuka PT SBA ini, Airsugihan mulai tersohor lagi sampai seantero dunia. Pabrik kertas yang bakal didirikan itu tidak hanya terbesar se-Asia Tenggara, tapi terbesar Internasional. Saat ini saja tamu yang datang ke SBA atau sungai Baung, banyak dari Negara Inggris, Jerman, Jepang, Cina dll, terutama tenaga ahli mesin yang memang didatangkan dari jerman. Dan yang unik lagi, pedagang sayur dan buah-buahan sudah mulai belajar bahasa Ingris agar bisa berkomunikasi langsung ketika bertransaksi dengan mereka. Hebat, Airsugihan menjadi kota Internasional di tengah hutan.
           

Tidak ada komentar: