16 Agustus 2015

Petani Desa Nusantara Air Sugihan

Suyono: Suratnya Petani itu Parang dan Cangkul


AIRSUGIHAN—Sumeks Minggu,
Mengenai peta wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT Sentosa Agro Lestari (PT Saml), yang disyahkan pada 2009 lalu, tidak ada artinya apa-apa bagi warga tani Tepungsari, yang permasalahannya tidak jauh beda dengan warga Nusantara. HGU itu urusannya PT yang bisa membuat surat. Tapi untuk wilayah penggarapan lahan, petani Tepungsari sudah lebih dulu menggarapnya sebelum ada HGU.
Suyono
            Hal itu  dikatakan Suyono, warga Tepungsari kepada Sumatera Ekspres Minggu (Sumeks Minggu) via ponsel, Kamis lalu. Mengapa warga tetap ngotot menginginkan lahan itu? Menurut Suyono, karena warga tani itu memang butuh lahan. ‘’Pemerintah mestinya memahami petani. Hanya petanilah yang mampu menggarap lahan pertanian. Itu nantinya untuk siapa? Selain untuk anak cucu, juga untuk kemakmuran dan  kebutuhan pangan Negara. Tanpa  petani, pemerintah mau makan apa?’’ kata Suyono.
            Seperti diceritakan Suyono, sebelum terbit surat-menyurat mengenai PT dan kemudian disyahkannya menjadi HGU untuk PT Saml, petani sudah berjuang bagaimana bisa mengelola lahan pertanian dengan aman dari serangan hama tikus, babi hutan, burung dan monyet. Caranya harus terbas hutan belantara menjadi hutan semak-semak. Setelah agak terang, petani membersihkannya untuk dikelola menjadi lahan garapan untuk tanaman pangan. Setelah itu tiba-tiba lahan tersebut menjadi lahannya PT. untuk perkebunan sawit.
            ‘’Saya tidak paham apa itu surat-surat tanah HGU atau apapun yang disebut orang-orang PT.Jangan tanya saya mengenai surat-surat itu. Bagi pemerintah dan PT yang bekerja dibelakang meja, mereka bisa membuat surat, Mas. Petani gak bisa membuat surat. Suratnya petani itu ya parang dan cangkul. Itu suratnya petani saat menggarap lahan hutan tempatnya hama babi hutan, tikus, monyet dan lain-lain. Kami berjuang cukup lama mengusir monyet-monyet itu agar tidak mengganggu tanaman petani, kemudian kami membersihkan hutan itu biar semua aman. Jadi kalau ditanya surat-surat, ya itulah surat petani mengenai lahan yang dikuasai PT. Suratnya sudah saya cangkulkan di lahan itu,’’ tutur Suyono, dengan sesenggukan menangis terharu menceritakan ini kepada Sumeks Minggu melalui sambungan ponsel yang sesekali hilang sinyal.
            Suyono juga tidak mau disebut-sebut sebagai ketua kelompok tani, sebab yang bermasalah di desa Tepungsari adalah warga Tepung sari. Pihaknya sudah lama mengundurkan diri sebagai ketua kelompok. Dia lebih enak disebut sebagai petani biasa yang setiap harinya bekerja di sawah.
            ‘’Saya tidak berhenti berjuang, Mas. Mas sendiri tahu bagaimana jaman itu kita mengelola lahan pertanian? Kita semua repot oleh hama tanaman. Semua hama itu bersarang di hutan. Kami mengusir monyet-monyet dan babi hutan gak berhenti-berhenti. Itu kan berjuang hingga sekarang menjadi lahan pertanian,’’ tutur Suyono sembari menceritakan bahwa adanya PT bukan menambah lapangan kerja, tetapi menutup lahan pertanian. ‘’Kalau ada yang bilang adanya PT bisa menambah lapangan pekerjaan, itu salah. Yang benar menutup lapangan pekerjaan untuk petani. Sebab petani sudah kekurangan lahan garapan. Pemerintah mestinya harus membantu petani.
            ‘’Kalau namanya petani itu ada lahan pertanian. Kalau petani tidak punya lahan, itu namanya buruh tani. Makin lama, lahan kita makin sempit, dan warga tidak cukup lahan. Akhirnya akan tumbuh maling dan lain-lain, karena tidak memiliki lapangan pekerjaan,’’ tandas Suyono.
            Sejak adanya PT yang berbatasan langsung dengan lahan warga, terkadang membuat petani repot mengelola lahannya. Saat lahan harus dialiri air, lahan menjadi kering karena akses saluran air tidak diperoleh. Saat petani harus menyemprot rumput, lahan digenangi air. Banyak masalah yang sering dialami petani. ‘’Ini berbeda dengan perbatasan lahan warga dengan lahan PT SBA. Disana ada ratusan hektar disisakan untuk warga setempat. Tidak seperti di desa Tepungsari, yang langsung berbatasan langsung dengan Lahan PT. Bahkan lahan yang sudah digarap petani, diambil alih. Di lahan SBA gak ada masalah dengan warga,’’ lanjut Suyono. (*/je)

Tidak ada komentar: