21 Agustus 2015

Anak-anak Petani Air Sugihan



MERDEKA di Lahan Sengketa Desa Nusantara

Anak-anak desa Nusantara, kecamatan Air Sugihan merayakan Hari Kemerdekaan RI ke 70 di tengah lahan sengketa. Lahan yang sudah digarap orang tuanya itu akan dikuasai PT Saml. Foto: Suwadi Nusantara. (foto:Suwadi)

AIR SUGIHAN—Sumeks Minggu,-
Anak-anak melakukan upacara bendera 17 Agustus secara sederhana, di lahan sengketa di desa Nusantara Kecamatan Airsugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Beberapa anak yang lain sibuk menggelar acara panjat pinang dan sejumlah rangkaian acara memeriahkan Hari Kemerdekaan RI ke 70. Anak-anak berlarian kecil menuju pematang sawah, menancapkan tiang bendera, lalu hormat.
MERDEKA…! Begitu pekik bocah-bocah kecil itu mengepalkan tangannya. Memandangi hamparan lahan yang begitu luas membentang. Lahan yang berserakan ranting hitam dan arang usai pembakaran untuk persiapan tanam padi. Lahan yang selama ini mampu menopang kehidupan warga desa Nusantara dan penyumbang produksi padi terbesar nomor dua di OKI. Dan di lahan ini pula, warga Nusantara selalu dibayangi rasa cemas dari tangan-tangan besi yang siap melumat ruang gerak para petani. Sebuah korporasi perkebunan sawit sudah lama mengincarnya. MERDEKA….! Berkali-kali pekik lantang itu mengumandang. Merasakan betapa getir orang tuanya berjuang untuk masa depan mereka. Di lahan ini pula titik awal pekik dan teriakan lantang para orangtua ketika harus perang urat syaraf dimeja perundingan. Lahan siapa dikuasai siapa?
Perang urat syaraf inipun dari hari ke hari seperti sebuah percekcokan belaka. Bahkan mediasi yang sudah kesekian kali digelar juga tidak menghasilkan apa-apa. Mereka berteriak, menggebrak, tapi teriakan warga tani ini tersumbat, dan hanya terdengar lantang di dalam, ibarat katak dalam tempurung. Orang luar tak mendengar, Gubernur tak mendengar, Bupati seakan samar-samar, tak begitu gencar tercatat di media massa, baik elektronik maupun media cetak koran.
‘’Saya tidak paham, apa yang kita bicarakan tidak sesuai dengan berita yang sudah diterbitkan. Saya tidak tahu kenapa harus begitu? Banyak koran tidak memahami apa yang terjadi disana. Warga desa Nusantara sudah kompak tidak akan melepaskan lahannya yang selama ini sudah dikelola. PT tidak bisa semena-mena menyerobot lahan petani. Berkali-kali mediasi, warga selalu menanyakan bagaimana proses ijin HGU di desa Nusantara itu bisa terjadi?  Sementara sejak awal warga desa Nusantara tidak menghendaki adanya PT,’’ kata Warno, warga desa Nusantara kepada Sumatera Ekspres Minggu (Sumeks Minggu), Kamis lalu.
Warga menyadari, adanya perkebunan sawit yang menguasai lahan pertanian milik warga, berarti pemerintah bukannya mensejahterakan rakyatnya. Dengan memberikan ijin terbit HGU, adalah awal masa depan generasi muda Air Sugihan dipertaruhkan. Ruang gerak petani makin sempit, lahan pertanian tinggal sejengkal setelah kebun sawit mengepung wilayah Air Sugihan. Hal ini, kata sejumlah warga desa Nusantara,  berarti pemerintah sudah menciptakan generasi buruh sepanjang hidup dilahan petani itu sendiri.
‘’PT Saml itu mimpi bila berkeras mau menanam sawit dilahan pertanian desa Nusantara. Sudah berkali-kali kita katakan kalau semua warga desa Nusantara tidak menghendaki adanya PT. Dulu ketika awal desas desus PT SAM mau masuk, sudah ditolak. Lalu kedua PT SAML datang langsung punya ijin HGU. Ini gimana pemerintah bisa mengabaikan rakyatnya sendiri?’’ ujar warga Nusantara bertanya-tanya. ‘’PT mimpi, Mas. Kalau mau menggarap lahan milik warga Nusantara. Mimpi….!’’ timpal Mulyono sembari menuturkan bahwa desa Nusantara sudah kompak. Tidak butuh PT.
Hal senada dikatakan Suwadi setelah sebelumnya melakukan upacara bendera secara sederhana, namun memiliki arti penting bagi generasi penerus di desa Nusantara. Generasi inilah yang akan menciptakan Soko Guru Pangan nasional. Bukan generasi buruh sepanjang hidup di lahannya sendiri. ‘’Kami semua tetap menolak. Alasan kami sederhana, lahan kita ini lumbung pangan. Kedua Untuk anak cucu kami nanti, kalau tidak ada lahan, bagaimana kami bisa makan? Ketiga kami ingin hidup merdeka, dengan adanya perkebunan sawit, hidup kami di desa ini tertekan,’’ ujar Suwadi. (*/je)

Tidak ada komentar: