MERDEKA di Lahan Sengketa Desa Nusantara
AIR SUGIHAN—Sumeks Minggu,-
Anak-anak melakukan upacara bendera
17 Agustus secara sederhana, di lahan sengketa di desa Nusantara Kecamatan
Airsugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Beberapa anak yang lain sibuk
menggelar acara panjat pinang dan sejumlah rangkaian acara memeriahkan Hari
Kemerdekaan RI ke 70. Anak-anak berlarian kecil menuju pematang sawah,
menancapkan tiang bendera, lalu hormat.
MERDEKA…! Begitu pekik bocah-bocah
kecil itu mengepalkan tangannya. Memandangi hamparan lahan yang begitu luas
membentang. Lahan yang berserakan ranting hitam dan arang usai pembakaran untuk
persiapan tanam padi. Lahan yang selama ini mampu menopang kehidupan warga desa
Nusantara dan penyumbang produksi padi terbesar nomor dua di OKI. Dan di lahan
ini pula, warga Nusantara selalu dibayangi rasa cemas dari tangan-tangan besi
yang siap melumat ruang gerak para petani. Sebuah korporasi perkebunan sawit
sudah lama mengincarnya. MERDEKA….! Berkali-kali pekik lantang itu
mengumandang. Merasakan betapa getir orang tuanya berjuang untuk masa depan
mereka. Di lahan ini pula titik awal pekik dan teriakan lantang para orangtua
ketika harus perang urat syaraf dimeja perundingan. Lahan siapa dikuasai siapa?
Perang urat syaraf inipun dari hari
ke hari seperti sebuah percekcokan belaka. Bahkan mediasi yang sudah kesekian
kali digelar juga tidak menghasilkan apa-apa. Mereka berteriak, menggebrak,
tapi teriakan warga tani ini tersumbat, dan hanya terdengar lantang di dalam,
ibarat katak dalam tempurung. Orang luar tak mendengar, Gubernur tak mendengar,
Bupati seakan samar-samar, tak begitu gencar tercatat di media massa, baik
elektronik maupun media cetak koran.
‘’Saya tidak paham, apa yang kita
bicarakan tidak sesuai dengan berita yang sudah diterbitkan. Saya tidak tahu
kenapa harus begitu? Banyak koran tidak memahami apa yang terjadi disana. Warga
desa Nusantara sudah kompak tidak akan melepaskan lahannya yang selama ini
sudah dikelola. PT tidak bisa semena-mena menyerobot lahan petani. Berkali-kali
mediasi, warga selalu menanyakan bagaimana proses ijin HGU di desa Nusantara
itu bisa terjadi? Sementara sejak awal
warga desa Nusantara tidak menghendaki adanya PT,’’ kata Warno, warga desa
Nusantara kepada Sumatera Ekspres Minggu (Sumeks Minggu), Kamis lalu.
Warga menyadari, adanya perkebunan
sawit yang menguasai lahan pertanian milik warga, berarti pemerintah bukannya
mensejahterakan rakyatnya. Dengan memberikan ijin terbit HGU, adalah awal masa
depan generasi muda Air Sugihan dipertaruhkan. Ruang gerak petani makin sempit,
lahan pertanian tinggal sejengkal setelah kebun sawit mengepung wilayah Air Sugihan.
Hal ini, kata sejumlah warga desa Nusantara,
berarti pemerintah sudah menciptakan generasi buruh sepanjang hidup
dilahan petani itu sendiri.
‘’PT Saml itu mimpi bila berkeras
mau menanam sawit dilahan pertanian desa Nusantara. Sudah berkali-kali kita
katakan kalau semua warga desa Nusantara tidak menghendaki adanya PT. Dulu
ketika awal desas desus PT SAM mau masuk, sudah ditolak. Lalu kedua PT SAML
datang langsung punya ijin HGU. Ini gimana pemerintah bisa mengabaikan
rakyatnya sendiri?’’ ujar warga Nusantara bertanya-tanya. ‘’PT mimpi, Mas.
Kalau mau menggarap lahan milik warga Nusantara. Mimpi….!’’ timpal Mulyono
sembari menuturkan bahwa desa Nusantara sudah kompak. Tidak butuh PT.
Hal senada dikatakan Suwadi setelah
sebelumnya melakukan upacara bendera secara sederhana, namun memiliki arti
penting bagi generasi penerus di desa Nusantara. Generasi inilah yang akan
menciptakan Soko Guru Pangan nasional. Bukan generasi buruh sepanjang hidup di
lahannya sendiri. ‘’Kami semua tetap menolak. Alasan kami sederhana, lahan kita
ini lumbung pangan. Kedua Untuk anak cucu kami nanti, kalau tidak ada lahan,
bagaimana kami bisa makan? Ketiga kami ingin hidup merdeka, dengan adanya
perkebunan sawit, hidup kami di desa ini tertekan,’’ ujar Suwadi. (*/je)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar