04 Agustus 2015

Komoditi Politik di Lahan HGU Airsugihan

*Warga Berjuang Tanpa Batas Waktu


AIRSUGIHAN--Meski beberapa kali sudah dilakukan pertemuan mediasi antara warga desa dengan pihak pemerintah desa, Kecamatan, Kabupaten dan unsur-unsur terkait, warga Airsugihan jalur 23 Desa Tepungsari, Tirtamulya, Margatani dan Nusantara, tetap ngotot menginginkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT Saml) di Airsugihan. Masyarakat meyakini bahwa lahan tersebut bisa diperjuangkan untuk disertifikatkan dan menjadi hak milik warga.


Kata-kata berjuang ini selalu dikomandangkan setiap kali pertemuan antara kelompok tani atau anggota forum tani Tepungsari, Margatani, Tirtamulya dan warga tani Nusantara. Seperti pada pertemuan halal bi halal yang digelar di desa Tepungsari, Selasa (22/7) pukul 19.00. Halal bi halal yang dihadiri anggota DPR, Budiman, penceramah ustadz Zaenal alias Djejen, Abah Abdul Aziz, dan  Kyai Abu Ahmad ini, mengetengahkan pentingnya persatuan untuk berjuang. Pada pertemuan halal bi halal ini juga dibungkus dengan pernyataan politik Budiman atas nama Partai Amanat Nasional.
 Dalam ceramah agama yang disampaikan tiga penceramah itu, mengaitkan perjuangan orang-orang terdahulu untuk mencapai cita-cita mulia. Bila sudah berjuang, jangan sampai mundur. Hanya semangat dan bersatu yang bisa memenangkan perjuangan.
Ustadz Djejen menggambarkan sebuah perjuangan yang dilakukan orang terdahulu, ada salah satu pasukan berangkat berjuang disuatu pulau. Ratusan pasukan menyeberangi lautan dengan sebuah kapal besar. Setelah sampai pulau, seluruh pasukan turun tidak ada yang tinggal di kapal. Kemudian kapal itu dibakar. ‘’ Kapal sudah terbakar, kita tidak bisa lagi mundur atau kembali menyeberangi lautan. Tidak ada pilihan lain, kecuali harus berbuat dan maju berjuang ,’’ kata Ustadz Djejen yang dibarengi pekik semangat warga; ‘’Maju terus..!’’
Tak kalah semangat, anggota DPR, Budiman, juga berapi-api mengajak warga untuk tidak kendor semangatnya. Karena apa yang sedang diperjuangkan itu merupakan hak warga. ‘’Perjuangan kita belum selesai. Kita tidak boleh ragu dan mundur dari perjuangan, meskipun ada orang-orang  yang mencoba menggembosi semangat kita. Saya juga akan selalu menyampaikan masalah ini saat rapat-rapat paripurna di DPR. Dan itu sudah pernah saya sampaikan pada pandangan umum fraksi Partai Amanat Nasional,’’ kata Budiman berapi-api.
Budiman juga mengkritik kebijakan yang dikeluarkan wakil Bupati Ogan Komering Ilir. Mengkritik tatanan yang dinilai sudah bobrok.  ‘’Dalam pandangan umum fraksi Partai Amanat Nasional, sudah saya sampaikan bahwa persoalan konflik lahan harus segera diselesaikan, terutama di desa Tepungsari, Tirtamulya, Margatani dan Nusantara. Meskipun Partai Amanat Nasional adalah partai pengusung Bupati dan wakil Bupati di Kabupaten OKI, tapi hari ini Partai Amanat Nasional dengan tegas mengkritik kebijakan yang dikeluarkan wakil Bupati Ogan Komering Ilir. Kita mengkritik bukan karena benci pemerintahan, tapi kita mengajak pemerintahan hari ini untuk membenahi tatanan yang selama ini sudah bobrok, tatanan yang selama ini sudah amburadul, yang tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan,’’ tegas Budiman yang disambut tepuk tangan warga.
Budiman tidak menjelaskan apakah saat rapat paripurna  itu disetujui atau tidak. Saat rapat itu pendapatnya dibenarkan para anggota DPR fraksi partai Amanat Nasional atau tidak, terutama komisi I dan II. Yang jelas Budiman merasa perlu memberikan semangat untuk berjuang kepada warga meski tidak jelas sampai kapan? Dasar hukumnya apa? Mudah-mudahan ini tidak dijadikan komoditi politik karena merasa warga Tepungsari telah menyumbangkan suaranya menuju kursi DPR.
Sementara semangat perjuangan yang disampaikan ustadz  Djejen, Abah Abdul Aziz, dan  Kyai Abu Ahmad juga mendapat sambutan meriah. Setiap perjuangan harus didasari semangat kebersamaan untuk mencapai cita-cita. Karena topic yang diketengahkan ini mengenai perjuangan, semua menjadi terkait dan menjadi pembenaran.
Tetapi perjuangan disini tentu beda konteknya dengan masalah yang dihadapi warga trans, terutama desa Tepungsari mengenai lahan HGU yang disengketan untuk diperjuangkan. Karena lahan HGU ini sudah melalui proses panjang, antara lain melalui surat izin Gubernur, Bupati, camat, kepala desa, dan melakukan risalah tim survey dari beberapa kepala bidang pertanahan nasional, kehutanan dan pertanian.
Kelompok tani yang bermasalah ini mayoritas ada di pinggir jalur yang berbatasan langsung dengan lahan PT Saml, meski desa lain juga berbatasan tapi tidak mempermasalahkan. Sejumlah desa yang berbatasan langsung antara lain jalur 23 blok A dan sebagian warga blok B, jalur  25 Blok A, dan jalur 27 blok A. Sementara  jalur 23 Blok C, jalur 25 Blok C dan jalur 27 blok Y, hampir tidak bermasalah dengan lahan perbatasan. Mereka umumnya memahami hak petani yang diberikan pemerintah, yaitu lahan usaha I seluas 1 hektar, lahan usaha II seluas 1 hektar dan lahan pekarangan tempat tinggal seluas 50 meter persegi.
Namun dalam pengembangan selanjutnya, terutama pecahan kepala keluarga (KK), disediakan lahan cadangan yang terletak diperbatasan antara Blok ke blok atau desa ke desa lain. Sedangkan tanah PU, selama ini bisa digarap, namun sifatnya numpang tidak boleh diperjualbelikan. Kalau saja dibangun rumah, tidak boleh membangun rumah batu atau permanen, karena suatu saat bisa dibongkar untuk pembangunan pelebaran jalan atau pengerukan sungai yang dangkal.
Sengketa lahan yang diklim warga tani Tepungsari, Margatani, Tirtamulya dan Nusantara ini tampaknya tak pernah berujung. Selalu bergesekan dengan pihak PT, bahkan warga yang bekerja di PT selalu was-was terhadap kelompok yang mengatasnamakan warga tani. Seperti kediaman Eka, salah satu warga Tepungsari yang bekerja di PT Saml, rumahnya dihancurkan warga, kaca-kaca dipecah dan gentengnya dilempari.  Karena Eka ini salah satu anggota pencak silat Persaudaraan Sehati Teratai (PSHT), kontan sekitar 500 anggota SH nggeruduk ke desa Tepungsari untuk meminta pertanggungjawaban warga yang merusak kediaman Eka. Perjanjian damai pun disepakati akhirnya rumah Eka diperbaiki kembali.
Beberapa warga lain yang tidak ikut demo juga mendapat sanksi sosial, rumahnya dilempari telur busuk dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Tak hanya itu, Buang (50) salah satu warga yang bekerja sebagai penjaga lahan di PT Saml, juga disatroni sejumlah warga tani dan diusir secara paksa dengan cara mengobrak-abrik tanaman dengan sebilah parang terhunus. Meja dan tiang pondok dibacok-bacok warga. Karena merasa terancam, Buang dan keluarganya memilih menyerah dengan cara hengkang meninggalkan warga yang mengusirnya.
Permasalahan yang tak pernah berujung ini akan berimbas kepada gesekan-gesekan sosial masyarakat. Kondisi seperti ini bisa memicu konflik lebih besar bila tidak cepat ditanggulangi. Masyarakat harus diberi pemahaman yang serius. Tidak hanya mediasi-mediasi antar kelompok yang laporan mediasi ke tingkat bawah selalu tidak klop dengan hasil mediasi. Apa yang dikatakan saat pertemuan dengan pemerintah kabupaten berbeda penyampaiannya kepada anggota kelompok tani ditingkat bawah. Setiap usai pertemuan, disampaikan kepada warga bahwa hasil pertemuan sudah 80 persen selesai. Artinya warga merasa mendapat angin segar dan bersemangat untuk terus berjuang. Akhirnya dari pendapat yang simpang siur itu semakin memperparah keadaan. Ditambah lagi dengan provokasi oknum-oknum tertentu untuk komoditas politik. Warga semakin menderita dengan ketidakjelasan apa yang sedang diperjuangkan.  Mereka menjadi pelengkap penderita dan dijadikan sapi perahan.
Sama halnya seperti pidato politik gubernur saat kampanye beberapa tahun lalu, ketika gubernur mengatakan siap membantu warga bila lahan warga yang syah dan bersertifikat diserobot PT, pihaknya siap maju paling depan. Belum selesai gubernur berorasi, warga spontan bersorak sorai dan memekik setuju! Padahal apa yang disampaikan gubernur itu normatif, tentu saja PT tidak akan menyerobot lahan yang syah dan bersertifikat. Sebab lahan yang syah dan bersertifikat milik warga transmigrasi itu adalah lahan usaha I dan lahan usaha II, sedangkan PT yang mengantongi surat HGU itu diluar lahan transmigrasi. Hal senada juga pernah disampaikan Bupati saat kampanye politik, pihaknya juga sama seperti yang dikatakan gubernur, siap membantu warga bila lahan warga diserobot PT. Yang dimaksud bupati itu tentu lahan syah milik warga, bukan lahan tidur yang sudah masuk peta wilayah HGU PT Saml.
Melihat konflik berkepanjangan itu, tampaknya anggota DPR dapil Airsugihan, Budiman juga tidak bisa berkutik. Budiman kehabisan amunisi untuk berargumentasi. Seharusnya masyarakat diberi pemahaman,  bila lahan itu kemungkinan bisa diserahkan ke warga dan bisa disertifikatkan, tentunya harus memiliki langkah-langkah dasar hukum yang kuat dan alasan yang jelas. Bila lahan itu sudah menjadi lahan milik PT yang syah dan sudah mengantongi surat HGU berdasarkan risalah pengolahan data (RPD), harus dijelaskan kepada masyarakat supaya masyarakat tidak menderita berlarut-larut. Saat ini saja dengan konflik yang tak pernah berhenti, masyarakat sudah sangat menderita kerugian moril maupun materiil. Setiap aktivitas demo, masyarakat harus merogoh kocek iuran untuk demo. Besar iuran juga bervariasi, setiap anggota  iuran mulai 50 ribu sampai 500 ribu, bahkan terakhir terdengar 1 juta meski diantara mereka ada yang keberatan setiap aktivitas dimintai uang. 
Hal itu karena pertanggungjawaban uang iuran warga dipergunakan untuk apa, juga harus jelas? Isu yang berkembang dimasyarakat, uang iuran itu untuk mengurus salah satu anggotanya yang ditahan di polsek OKI, untuk keperluan demo ke kabupaten dan  lobi ditingkat pemerintah kabupaten dan lain-lain. Bila setiap aktivitas selalu narik iuran, tentu masyarakat pada akhirnya bertanya-tanya,iuran terus tapi hasilnya tidak jelas. Ada beberapa warga yang sempat mengeluh, tapi tidak tahu harus mengeluh kepada siapa. Terutama warga yang ekonominya serba pas-pasan. Mereka terpaksa harus jual apa saja yang bisa dijual, misal itik, ayam, atau jual beras untuk iuran. Sampai kapan kondisi seperti ini harus bertahan?
Sementara warga desa yang lain dengan adanya PT merasa terbantu ekonominya. Sebab mereka bisa bekerja tanpa harus merantau keluar desa seperti tahun-tahun sebelumnya, setelah panen mereka umumnya merantau ke Bangka, Makarti, Palembang atau kota-kota lain.
‘’Sebenarnya dengan adanya PT, kita bisa bekerja tanpa harus merantau ke luar desa. Sayangnya yang bekerja di PT justru banyak dari desa yang jauh, misal dari jalur 29, jalur 27 bahkan ada yang dari luar airsugihan, misal dari Bangka dan lain-lain. Warga kita sendiri sangat sedikit yang bekerja di PT. Ini sangat disayangkan. Ketika di depan mata ada peluang pekerjaan,tidak kita ambil,’’ ujar salah satu warga yang bekerja di lahan PT Saml. (*)


PT SAML Sudah Kantongi HGU Sejak 2009

* Menyedot ribuan tenaga kerja lokal Airsugihan


Bila PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT SAML) tidak mengantongi surat ijin Hak Guna Usaha (HGU), tentu PT Saml sudah digelandang pemerintah ke meja hijau. Artinya PT Saml nyerobot lahan warga secara ilegal. Tetapi PT Saml ini secara resmi telah mengantongi surat HGU No.148/HGU/BPN.RI/2009, pada tanggal 19 Oktober 2009 dengan total luas lahan 8.612.5 hektar di desa Bukit Batu, Rengas Abang, Pangkalan Damai, Nusantara, Margatani, Tirta Mulya, Suka Mulya, Jadi Mulya, Kecamatan Airsugihan, Kabupaten OKI.
Penerbitan HGU sudah melalui risalah panitia pemeriksa tanah "B" tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009. Sedangkan ijin awal adalah ijin lokasi seluas kurang lebih 42.000 hektar 31 Desember 2005, tetapi hanya seluas 8.612.5 hektar yang bisa menjadi HGU karena sudah ada desa dan kebun masyarakat. Sehingga harus dikeluarkan. HGU yang dimaksud adalah lahan yang memang masih kosong dan diatasnya tidak ada hak atas tanah lainnya. Lahan HGU (termasuk di desa Tirta Mulya dan Nusantara) di luar lahan transmigrasi yaitu lahan usaha 1 dan atau Lahan Usaha 2.
‘’Jadi PT Saml tidak ada istilah nyerobot lahan yang syah yang menjadi milik warga transmigrasi. Semua sudah ada risalah panitia pemeriksa tanah B. Warga trans sudah ada jatah lahan usaha I dan lahan usaha II. Tentu lahan tersebut tidak ada yang diserobot. Lahan yang dipakai PT adalah lahan kosong yang selama ini menjadi lahan tidur. Sehingga bisa difungsikan menjadi lahan produksi,’’ kata Janto Chandra, GM PT Saml, sembari menuturkan bahwa PT Saml sudah menyedot ribuan tenaga kerja lokal di Airsugihan. Artinya PT Saml turut membantu pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan.
Sementara Budiman, anggota DPR dapil Airsugihan dari partai PAN, saat dibincangi Sumeks Minggu usai halal bi halal dengan warga Tepungsari, Selasa (22/7) mengatakan bahwa PT Saml memang sudah mengantongi ijin HGU sejak 2009. Bukan berarti HGU itu tidak syah, tapi Budiman mempertanyakan ijin usahanya.
‘’Yang kita pertanyakan Siup Situnya (Surat Ijin Usaha Perdagangan dan Surat Ijin Tempat Usaha). Bagaimana analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) dan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan. Ini yang kita pertanyakan,’’ kata Budiman.
Kalau yang dipertanyakan mengenai Siup, Situ dan amdal, tentu ini akan menjadi blunder dan berputar-putar jauh panggang dari yang diinginkan warga, yaitu membebaskan lahan tersebut menjadi lahan milik warga. Ini tentu tidak sepahaman dengan keinginan warga, karena urusan SIUP dan SITU itu ranahnya pemerintah, bukan urusannya DPR. Bila urusannya hanya berputar-putar tanpa dasar hukum jelas, tentu warga akan sangat merugi, terutama buang-buang waktu, tenaga dan biaya. Ujung-ujungnya sesama warga saling curiga-mencurigai, terutama tidak mempercayai aparat pemerintah, mulai kepala desa maupun pemerintah tingkat kecamatan dan Kabupaten. Tak hanya itu, sesama keluarga bisa pecah, sesama tetangga tidak saling tegur sapa.
Saat ini saja kepala desa sudah tidak dibutuhkan lagi. Ada kepala desa merasa tidak punya kepala desa. Apapun yang dikatakan kepala desa dinilai tidak pro rakyat. Akhirnya komunikasi warga dan kepala desa sempat terputus dan berseberangan. Kondisi seperti ini tentu sangat memprihatinkan. Wakil rakyat di DPR harus arif memberikan pemahaman kepada warganya agar situasi kondusif. Bila lahan tersebut memang sudah menjadi lahan resmi sesuai HGU, masyarakat juga harus diberi pengertian. Bila Lahan itu ilegal, wakil rakyat harus bisa memperjuangakan secara benar dengan bukti-bukti bisa dipertanggungjawabkan. Namun bila memperjuangkan hak tetapi tidak memiliki dasar-dasar hukum yang jelas, yang dibuktikan dengan surat tanah atau sertifikat tanah,  tentu ini tak ubahnya komoditas politik belaka dan warga hanya dijadikan bulan-bulanan.


Suyono: Saya Berjuang Untuk Anak Cucu


               
 Suyono (kanan) ketua kelompok tani dan Mustaqin
Suyono, Ketua kelompok tani Tepungsari, yang mendapat angin segar dari wakil rakyat itu, merasa yakin, Budiman berada dipihak warga. ‘’Saya tahu persis siapa Budiman. Tidak mungkin Budiman akan melupakan kami. Berjuang itu kan tidak ada batas waktunya. Kita tetap akan berjuang,’’ ujar Suyono, yang ditemui Sumeks Minggu dikediaman Mustaqin, yang juga pengurus kelompok tani.
 ‘’Kita tidak muluk-muluk, Mas. Kita ini petani, ya cuma satu harapan kita, yaitu bisa menggarap lahan itu (lahan yang masuk HGU—red). Cuma itu saja,’’ tegas Suyono.
 Suyono menggambarkan bagaimana ke depan anak cucu sangat kekurangan lahan garapan. Apapun yang saat ini diperjuangkan, tak lain untuk kesejahteraan anak cucu. Jadi perjuangan yang dilakukan Suyono, adalah berjuang untuk mendapatkan lahan, tanpa harus berpikir rumit mengenai status lahan tersebut HGU atau tidak. Yang jelas, sebelum tanaman sawit yang ditanam pihak PT itu ditanam dilahan garapan petani, warga tani sebagian sudah ada yang menggarap lahan tersebut.
Mengenai status kepemilikan, Suyono tidak berpikir sejauh itu. Yang dia tahu, saat pertama kali ditempatkan di lahan trans, bahwa lahan kosong itu nantinya untuk pengembangan pecahan Kepala Keluarga (KK). Sehingga sebagian warga yang sanggup menggarap lahan hutan, mereka sebagian menggarap, namun sebagian lagi merasa tidak sanggup karena lahan Usaha I dan Lahan Usaha II sudah cukup melelahkan. Namun dengan kemajuan pertanian yang mendekati teknologi modern, masyarakat sudah sangat gampang menggarap lahannya. Kalau dulu satu hektar bisa dikerjakan berbulan-bulan, saat ini cukup sehari saja selesai, karena sudah ada teknologi racun rumput dan traktor. Sehingga warga merasa kekurangan lahan.
‘’Coba bayangkan, Mas. Bila satu kepala keluarga punya anak 5. Kelima anak tersebut beranak lagi masing-masing 2 sampai 4, berapa penambahan penduduk di desa ini? Tentu sangat kekurangan lahan garapan. Nah lahan yang dijadikan PT itu kan mestinya menjadi lahan untuk pecahan KK. Ya untuk anak cucu kita. Jadi seperti saya tegaskan, saya tidak muluk-muluk, sederhana saja, cuma pingin menggarap lahan itu dan menjadi lahan milik warga. Itu saja,’’ kata Suyono.
Disinggung mengenai mediasi yang selama ini dilakukan, baik ditingkat kades, kecamatan dan kabupaten, menurut suyono, itu bukan mediasi. ‘’Belum ada mediasi. Mediasi itu terjadi bila ada perwakilan dari semua pihak. Kalau cuma aparat kecamatan, itu bukan mediasi. Jadi belum ada mediasi bagi kami,’’ ungkap Suyono.
Hal senada dikatakan Mustaqin, yang sehari-hari sebagai partnernya Suyono dalam hal mobilisasi warga. ‘’Saya rasa sama seperti yang dikatakan Pak Yono, Mas. Kita nggak muluk-muluk, kita cuma pingin menggarap lahan itu. Gak ada yang lain,’’ timpal Mustaqim.
Mengenai ada kabar kesepakatan pimpinan kelompok dengan pihak PT. Saml, Mustaqim dan Suyono balik bertanya, ‘’Ada kesepakatan apa, Mas. Belum ada kesepakatan apa-apa. Kalau saja ada pertemuan, itu sifatnya hanyalah mendengarkan sepihak. Belum ada kesepakatan apa-apa. Belum ada mediasi yang berarti. Kami-kami ini masih terus berjuang tanpa henti,’’ tandas Mustaqim. (*)

   
------------------------------------------------------------------------------

*Buang, Pejaga Lahan Yang Jadi Korban Amuk Massa

‘’Saya Cuma Mencari Nafkah’’




                Buang (50), penjaga Lahan PT Saml yang tinggal di pondok pinggir sungai, tidak menyangka disatroni ratusan warga dari desa Tepungsari. Ratusan warga itu terlihat marah dan mengusir dari lahan yang dia jaga. Sebagai seorang bapak yang saat itu tinggal bersama anak dan istrinya, memilih menyerah dengan jalan hengkang dari tempat penjagaannya. Buang tidak mau ambil resiko didepan istri dan anak-anaknya.
Buang dan keluarganya ketika  di pondok tempatnya bekerja


‘’Saya memilih menyerah dan pergi dari pondok yang saya tempati. Saya disini kan Cuma bekerja. Saya mencari nafkah untuk anak istri. Kalau saya tidak bekerja, bagaimana saya bisa memberi makan anak istri? Jadi jangan salahkan saya karena saya bekerja baik-baik dan disinilah tempat saya mencari nafkah. Kalau saya tidak bekerja, siapa yang menjamin ekonomi keluarga saya?’’ kata Buang saat ditemui Sumeks Minggu dipondoknya seminggu setelah pengusiran terjadi.
Dibeberapa tempat terlihat bekas bacokan benda tajam. Tanaman yang ditanam dipekarangan berupa jagung dan sayur-sayuran ditebas. Meja yang berada di depan pondok tempat Buang ngopi dikala sedang menjaga, juga terlihat bekas bacokan. Bahkan topi Buang terbelah dibacok. Topi tersebut yang dijadikan barang bukti pihak berwajib.
‘’Selama ini saya sudah mengalah dan berusaha untuk menyembunyikan hal-hal yang mungkin bisa saya laporkan. Tapi selama ini saya kan berusaha menutup-nutupi demi kebaikan kita semua. Saya simpan apa yang terjadi. Saya selalu melaporkan yang baik-baik. Ini yang selama ini saya lakukan. Saya kenal dengan warga disini, bahkan kenal akrab. Jadi saya tutupi semuanya,’’ kata Buang.
Setelah terjadi pengroyokan, Buang tak habis pikir, apa salah dan dosanya bekerja di PT? Pihaknya tidak memiliki apa-apa. Sebagai seorang petani yang belum beruntung, Buang ingin mengadu nasib dengan menjadi penjaga Lahan. ‘’Saya bekerja ini bukan untuk mencari kaya. Cukup untuk makan anak dan istri saja saya sudah sangat bersyukur,’’ ujar Buang. (*)
    

Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah ‘’B’’

Nomor: 08/R/P ‘B’/BPN.Prov.SS/26/2009


Panitia ‘B’ sebagaimana dimaksud dalam peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 Tahun 2007 dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan tanggal 9 Mei 2008 Nomor 500/1255/26/2008, telah datang di lokasi tanah yang dimohon Hak Guna Usaha atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari terletak di desa Bukit Batu, Rengas Abang, Pangkalan Damai, Nusantara, Marga Tani, Tirta Mulya, Sukamulya, Jadimulya, Kecamatan Airsugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir pada hari Selasa tanggal 10 Maret 2009, untuk mengadakan pemeriksaan lapangan dan dilanjutkan dengan pembuatan risalah. Panitia risalah pengolahan data tersebut terdiri dari 10 badan pertanahan, yaitu:

·         Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Bidang Survey Pengukuran dan Pemetaan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan
·         Pejabat/mewakili Bupati Kabupaten Ogan Komering Ilir
·         Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan
·         Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Komering Ilir
·         Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Badan Hukum Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan


-----------------------------------

Obyek Lahan HGU
·         Surat Gubernur Sumatera Selatan tanggal 14 Juni 2005 Nomor 593/2334/1/2005 tentang rekomendasi arahan lahan atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·         Surat Keputusan Bupati OKI tanggal 30 Desember 2005 Nomor 291/KEP/D.Perke/2005 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·         Surat Keputusan BupatiOgan Komering Ilir tanggal 31 Desember 2005 No. 460/1998/BPN/26-07/2005 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·         Peta Bidang Tanah Tanggal 30 Mei 2008 nomor 42-04.07-2008 NIB 04.07.00.00.00012
·         Surat Keputusan Bupati OKI tanggal 31 Juli 2008 nomor 359/Kep/III/2008 tentang pemberian izin lokasi untuk usaha perkebunan atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari
·         Pertimbangan Aspek Penatagunaan Tanah dalam rangka Pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT Selatan Agro Makmur Lestari tanggal 6 Maret 2009 Nomor 07.a/RPT-PGT/09.
·         Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah ‘’B’’ Provinsi Sumatera Selatan tanggal 10 Maret 2009 Nomor 08/R/P’’B’’/BPN PROV.SS/26/2009




Tidak ada komentar: